Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mendalami dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam kasus importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai tahun 2018-2020. Kejagung menyebut kerugian perkenomian negara atas kasus ini mencapai Rp 1,6 triliun.
"Rp 1,6 T," kata Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung, Febrie Andriansyah, kepada wartawan di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (6/8/2020).
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Keempat tersangka merupakan pejabat di Bea-Cukai Batam dan satu lagi berlatar belakang pengusaha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejagung sempat memeriksa memeriksa Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. Febrie menyebut pemeriksaan terhadap Dirjen Bea dan Cukai dirasa cukup.
"Saya rasa cukup lah BAP-nya. Inikan sudah kita nahan orang pasti ada target untuk masuk ke JPU lah berkas kan itu sudah penyelesaian nih," jelas Febrie.
Berkas kasus ini sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) untuk diteliti. "(Kasus impor tekstil) Bea-Cukai udah tahap satu," ucapnya.
Kelima tersangka dalam kasus ini adalah Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan KPU Bea-Cukai Batam inisial MM, Kepala Seksi (Kasi) Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam inisial DA, Kasi Kepabeanan Bea dan Cukai pada Bea-Cukai Batam inisial HAW, Kasi Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam inisial KA, serta pemilik PT Flemings Indo Batam (FIB), dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) berinisial IR.
Mereka diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(jbr/jbr)