Sejumlah orang menggugat UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba ke Mahkamah Konstitusi (MK), di antaranya diajukan anggota DPD Jakarta Alirman Sori dan DPD Tamsil Linrung. MK meminta anggota DPD itu memperkuat argumennya sebagai pihak yang dirugikan dari UU itu.
"Kemudian ini anggota DPD, apakah anggota DPD itu secara perorangan boleh punya legal standing? Anda harus mampu meyakinkan kepada kita," kata hakim MK Arief Hidayat dalam risalah sidang yang dikutip detikcom dari website MK, Jumat (24/7/2020).
Anggota DPD dinilai punyai karakter yang berbeda dengan anggota DPR. DPD tidak mewakili partai seperti anggota DPR. Hal ini diminta MK diulas secara mendalam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena masing-masing anggota DPD bisa berdiri sendiri-sendiri, gitu. Nah, ini coba bangun teori supaya kita ini yakin anggota DPD itu punya legal standing untuk sendiri-sendiri," ujar Arief.
Permintaan serupa diajukan oleh hakim MK Saldi Isra. Guru besar Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, itu meminta pemohon dari anggota DPD bisa menguraikan mengapa berhak mengajukan judicial review atas UU.
"Kita kan takutnya begini, kalau kita terima misalnya, hak konstitusionalnya yang anggota DPD, tiba-tiba ada lagi masuk anggota DPD mengatakan, 'Nggak, kita ini sudah diberi kesempatan ini dan segala macam.' Tolong itu yang menggunakan anggota DPD sebagai Pemohon untuk memberikan uraian yang lebih jelas, bagaimana membangunkan argumentasi bahwa individu anggota DPD itu bisa memiliki Legal Standing mempersoalkan ini?" ujar Saldi dalam sidang pada Kamis (23/7) kemarin.
Sebagaimana diketahui, Alirman Sori dkk meminta UU Nomor 3/2020 dibatalkan seluruhnya dengan alasan tidak memenuhi syarat formil. Pemohon menilai persetujuan UU oleh DPR yang dilakukan secara virtual dengan alasan mencegah Corona tidak dibenarkan. Sebab, kehadiran fisik sebagai bentuk konkret dari pelaksanaan konsep perwakilan rakyat hingga mengantisipasi apabila ada voting.
(asp/zak)