DPRD Jember mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Bupati Faida dan mengusulkan pemberhentian Bupati Faida dari jabatannya. Namun mosi DPRD itu harus mendapat restu dari Mahkamah Agung (MA) agar pemakzulan bisa dilakukan.
Aturan itu didasari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berikut ini bunyi Pasal 80 ayat 1 huruf a yang dikutip detikcom, Kamis (23/7/2020):
Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f dilaksanakan dengan ketentuan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diusulkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan:
1. melanggar sumpah/janji jabatan
2. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b,
3. atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, huruf j,
4. dan/atau melakukan perbuatan tercela;
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mahkamah Agung memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final," demikian bunyi Pasal 80 ayat 2 huruf c.
Bila menyetujui mosi tidak percaya itu, MA mengirimkan putusan ke DPRD. Dari situ, DPRD Jember harus mengirim surat pemakzulan ke Mendagri.
"Menteri wajib memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak Menteri menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD," demikian bunyi Pasal 80 ayat 1 huruf f.