Isu klepon tidak Islami ramai dibahas di media sosial (medsos). Menurut analisis data Drone Emprit, isu klepon tidak Islami ini bisa gaduh bukan kepalang karena didorong sentimen persaingan Pilpres 2019 yang masih tersisa.
"Pendorongnya adalah residu Pilpres yang tidak kunjung hilang di publik. Orang sudah terpolarisasi," kata analis dan pendiri Drone Emprit and Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, kepada detikcom, Rabu (22/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpecahnya masyarakat menjadi dua kelompok yang berhadap-hadapan (polarisasi) sudah terbentuk sejak Pilpres 2019. Meski begitu, model pembuatan isu gaduh seperti ini sudah ada sejak Pilkada DKI 2017, misalnya isu wayang kulit tidak sesuai ajaran Islam, atau yang lebih baru ada isu orang Islam piknik ke candi.
Kebetulan saja, sentimen yang ada di masyarakat adalah sentimen kadrun yang merujuk ke kelompok agama tertentu. Sentimen agama memudahkan tersulutnya kegaduhan dengan sangat emosional. Istilah 'kadrun' kerap kali menjadi olok-olok ke akun/orang yang punya kecenderungan keagamaan tertentu plus sikap politik tertentu. Di atas suasana itu, muncul isu klepon.
"Khusus yang klepon ini, memang sengaja untuk bikin kegaduhan dengan memanfaatkan sentimen itu," kata Fahmi.
Melalui penelusuran di media sosial, Fahmi melihat narasi isu klepon tidak Islami ini mencoba membenturkan isu agama dengan isu budaya. Meskipun pemicunya adalah isu buatan, namun orang yang terpicu bukan reaksi buatan melainkan reaksi yang alami. Masing-masing merasa harus membela kelompoknya.
"Kebanyakan, mereka yang sudah kemakan sentimen ini langsung menuduh kelompok yang lain tanpa memakai daya kritis, langsung menuduh 'kadrun'. Itu dilakukan terus menerus, tren-nya makin lama makin banyak," kata Fahmi.
Kenapa persaingan Pilpres 2019 muncul sekarang? Fahmi menilai ini ada hubungannya dengan persiapan kontestasi terdekat yakni Pilkada 2020. Terlepas dari tujuan politik itu, isu primordial memang mudah sekali menyulut kegaduhan di medsos.
"Narasi awal kan soal budaya dan agama. Itu menghubungkan dengan budaya, dengan Nusantara. Jadi yang dipakai adalah, supaya ini viral itu gampang sekali: sebar saja isu agama dan benturkan dengan budaya," kata Fahmi.
Asumsi dasarnya, klepon adalah produk budaya dan Islam adalah agama. Bila dua hal itu dibenturkan, maka emosi banyak orang akan terpicu, atau istilah medsosnya adalah 'triggered'.
Tonton video 'Klepon Ubi Ungu, Pas Dimakan Saat Sarapan!':
False flag atau adu domba?
Di media sosial, muncul analisis awal bahwa isu klepon tidak Islami adalah strategi false flag, yakni pihak satu yang hendak menyerang pihak dua berperilaku seolah sebagai pihak dua, supaya memicu bully ke pihak dua di media sosial.
"False flag harus ada pihak yang menciptakan itu. Saya belum bisa buktikan itu dari data. Ini karena saat ini siapapun bisa bikin meme yang bagus," kata Fahmi.
Fahmi tidak bisa memastikan apakah isu klepon tidak Islami ini merupakan operasi false flag atau bukan. Dia juga tidak melihat ini sebagai upaya adu domba. Soalnya, upaya adu domba haruslah dilakukan oleh orang di luar dua kelompok yang bersengketa.
"Kalau adu domba berarti ada pihak ketiga kan. Ini saya tidak tahu bahwa ini dari pihak yang mana," kata Fahmi.
Analisis medsos
Fahmi yang merupakan lulusan S3 Computational Linguistics Universitas Groningen Belanda ini menggunakan keyword 'klepon' untuk mengetahui hasil pencarian di internet. Dia juga mencoba mencari gambar klepon yang diunggah untuk memicu isu klepon tidak Islami, yakni beberapa klepon di atas wadah tembikar.
Ketemulah gambar serupa meme 'kue klepon tidak Islami' itu di Pinterst. Yandex menemukan dua foto yang mirip sekali. TinEye menemukan tujuh sumber yang mirip. Adapun situs pencarian Bing malah mengira klepon adalah sejenis brokoli.
Drone Emprit mengambil data dari media online, Twitter, Facebook, dan Instagram. Ternyata mention 'klepon' paing banyak ada di Twitter. Pada 21 Juli pukul 18.00 WIB kemarin, sudah ada 10.066 akun yang memention 'klepon' di Twitter.
Di Twitter, isu klepon mulai melejit pada Selasa (21/7) pukul 10.00 WIB kemarin. Meski begitu, yang ramai duluan adalah di platform Facebook sekitar dua jam sebelumnya.
SNA LENGKAP
β Ismail Fahmi (@ismailfahmi) July 21, 2020
Untuk data sehari penuh, SNA memperlihatkan percakapan yang sangat ramai.
Isu klepon ini tidak hanya jadi isu mereka yang pro-kontra (residu pilpres), tp juga akun2 non blok spt @TretanMuslim, @jawafess, @uusbiasaaja, @FiersaBesari, @pinotski, @andihiyat dll. pic.twitter.com/AjHjgk2Kc5
Drone Emprit menyebut lima influencer tertinggi di Twitter pada tahap awal isu klepon tidak Islami ini. Dia menyebut akun @jr_kw19 sempat mencuit soal adat istiadat Nusantara versus hal yang Islami, namun cuitan ini sudah dihapus. Pro-kontra soal klepon kemudian mengemuka.
Social Network Analysis (SNA) yang dipaparkan Fahmi di Twitter, @ismailfahmi, menunjukkan isu klepon tidak Islami ini diramaikan oleh kelompok oposisi, nonblok, dan pro pemerintahan.
Top 40 Influencer
β Ismail Fahmi (@ismailfahmi) July 21, 2020
Untuk lebih lengkapnya, mereka yang influensial soal perkleponan bisa dilihat di tabel ini.
Kalau saya amati, komposisi akun2nya memang campuran antara ketiga cluster di atas. pic.twitter.com/jk808mMLdD
Ada pula cuitan yang mencoba membangun klarifikasi, seperti dari akun @pinotski yang membagikan klarifikasi dari akun pemotret klepon sebelum menjadi meme, @ditut.