Terpidana kasus tindak pidana korupsi penanganan virus flu burung tahun 2007, Freddy Lumban Tobing, telah bebas dari penjara. Dia bebas sesuai dengan putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 2546 K/Pid.Sus/2020 tertanggal 17 Juli 2020 karena telah selesai menjalani masa hukuman.
"Jaksa Eksekusi KPK Andry Prihandono telah melaksanakan putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 2546 K/Pid.Sus/2020 tanggal 17 Juli 2020 atas nama terpidana Freddy Lumban Tobing," ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulis, Selasa (21/7/2020).
Ali menjelaskan, dalam putusan MA itu, Freddy, yang merupakan Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC), dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes), yaitu reagents dan consumables untuk penanganan virus flu burung tahun 2007. Hukuman yang dijatuhkan kepada Freddy adalah pidana penjara 1 tahun 4 bulan dikurangi masa penahanan dan denda Rp 50 juta, subsider 2 bulan kurungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, kata Ali, Freddy diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 1,186 miliar dan telah dibayarkan ke negara melalui rekening penampung KPK. Karena telah menjalani hukuman serta membayar denda dan uang pengganti, Freddy dinyatakan bebas pada Senin (20/7) lalu.
"Karena terpidana telah selesai menjalani masa penahanan selama 1 tahun dan 4 bulan maka Senin, (20/7/2020) terpidana telah dibebaskan dari Rutan KPK," terang Ali.
Sebelumnya, permohonan banding Freddy Lumban Tobing ditolak Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Alhasil, Freddy tetap dihukum 16 bulan penjara karena korupsi Rp 1,1 miliar dari proyek flu burung.
Kasus bermula saat merebak flu burung pada 2007. Kementerian Kesehatan lewat Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik kala itu kemudian mengalokasikan anggaran dari APBN Perubahan sebesar Rp 10 miliar. Salah satunya mengalokasikan dalam pengadaan reagents dan consumables.
Dalam tender proyek itu, ternyata dilakukan tidak sesuai aturan. Tender itu ternyata berbau korupsi. Belakangan, KPK mendudukkan Freddy di kursi pesakitan.
Pada 12 Desember 2019, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 16 bulan penjara. Hakim menyatakan Freddy selaku Direktur Utama PT CPC memperkaya dirinya dan perusahaannya sebesar Rp 10,86 miliar dan memperkaya PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) sebesar Rp 1,46 miliar.
Freddy juga dianggap terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 12,33 miliar dalam pengadaan reagents dan consumables tersebut.
Hal itu sesuai laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara yang tertuang dalam Surat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Deputi Bidang Investigasi, Nomor: SR-548/D6/1/2012.
Di kasus ini, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman mantan Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mulya A Hasjmy, selama 6 tahun penjara. Mulya terbukti korupsi proyek vaksin flu burung sebesar Rp 160 juta.
Tonton video 'Kasus di Wuhan: 3-10% Pasien Sembuh COVID-19 Bisa Terjangkit Lagi':