Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengomentari soal garis koordinasi Badan Intelijen Negara (BIN) yang tak lagi di bawah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Menurut dia, sudah selayaknya BIN berada di bawah koordinasi langsung presiden.
"Memang sebaiknya BIN tidak dikoordinasikan Menko Polhukam karena lintas sektor dan penempatan di bawah presiden menjadikan BIN merupakan salah satu strategic unit presiden," ungkap Tjahjo kepada wartawan, Senin (20/7/2020).
Aturan soal BIN yang tak lagi berada di bawah koordinasi Menko Polhukam tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kemenko Polhukam yang diteken Presiden Joko Widodo. Melalui Perpres itu Jokowi menegaskan bila BIN sudah tidak lagi di bawah Menko Polhukam. Dalam Pasal 4 Perpres itu disebutkan Kemenko Polhukam mengkoordinasikan:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
a. Kementerian Dalam Negeri;
b. Kementerian Luar Negeri;
c. Kementerian Pertahanan;
d. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
e. Kementerian Komunikasi dan Informatika;
f. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi;
g. Kejaksaan Agung;
h. Tentara Nasional Indonesia;
i. Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
j. Instansi lain yang dianggap perlu.
Tjahjo pun menyebut aturan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024 (Perpres No. 67/2019). Menurut dia, meski sudah ada aturan baru, bukan berarti Menko Polhukam tak bisa mengkoordinasikan BIN.
"Tidak disebutkannya BIN sebagai bagian dari instansi pemerintah yang dikoordinasikan oleh Kemenko Polhukam, pada prinsipnya tidak menutup kewenangan bagi Kemenko Polhukam untuk mengoordinasikan BIN dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 huruf j Perpres No. 73/2020 yang menyatakan bahwa Kemenko Polhukam juga mengoordinasikan instansi lain yang dianggap perlu," tutur Tjahjo.
Dia mengatakan, ketentuan tersebut memberikan ruang fleksibilitas bagi presiden dan juga Kemenko apabila sewaktu-waktu ingin menempatkan instansi tertentu untuk berada di bawah koordinasi dari Kemenko Polhukam. Hal itu, kata Tjahjo, sesuai dengan dinamika pengelolaan dan penanganan isu di bidang politik, hukum, dan keamanan.
"Dengan demikian, dalam hal terdapat isu di bidang politik, hukum, dan keamanan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi BIN, maka berdasarkan ketentuan tersebut, Kemenko Polhukam tetap dapat mengoordinasikan instansi pemerintah lainnya yang dianggap perlu, termasuk BIN dalam pelaksanannya," ucapnya.
Tjahjo juga merinci soal ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara (UU No.17/2011) dan Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2012 tentang Badan Intelijen Negara (Perpres No. 90/2012) sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2017 (Perpres No. 73/2017). Dalam aturan itu disebutkan bahwa BIN merupakan alat negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab di bawah Presiden.
"Kedudukan tersebut menjadikan BIN memiliki posisi yang strategis dalam memberikan dukungan berupa laporan penyelenggaraan intelijen negara secara langsung kepada Presiden," kata Tjahjo.
Mantan Mendagri ini kemudian menjelaskan soal fungsi intelijen yang tertuang dalam UU No 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Pada aturan tersebut dinyatakan fungsi Intelijen dalam rangka pendeteksian dan peringatan dini terhadap pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman keamanan nasional. Tjahjo merinci soal ketentuan pasal 1 angka 4 UU itu bahwa yang dimaksud dengan ancaman yaitu setiap upaya yang dinilai dapat membahayakan keselamatan dan kedaulatan bangsa, serta kepentingan nasional yang tidak hanya dalam bentuk aspek politik, hukum, dan keamanan, melainkan juga ideologi, ekonomi, sosial, dan budaya.
Tjahjo menjelaskan pelaksanaan dan fungsi BIN yang diberikan wewenang untuk melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya. Hal ini termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup dan/atau kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.
"Berangkat dari konstruksi hukum tersebut, maka ruang lingkup Intelijen negara yang dilaksanakan oleh BIN bersifat lintas sektor dan mengharuskan BIN untuk menyelenggarakan fungsi intelijen negara di berbagai sektor pemerintahan dan tidak hanya bersifat sektoral di bidang politik, hukum, dan keamanan saja," papar Tjahjo.
"Dengan demikian, tidak disebutkannya BIN sebagai lembaga yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator tertentu dapat memberikan fleksibilitas BIN dalam melaksanakan tugasnya secara lintas sektor untuk memberi dukungan strategis kepada Presiden," imbuh politikus PDIP itu.
Tjahjo juga membandingkan aturan baru terkait BIN ini dengan pengaturan pada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Konstruksinya disebut serupa dengan aturan baru soal BIN.
"Berdasarkan Perpres No. 67/2019 juga tidak mengatur keberadaan Kementerian PPN/Bappenas untuk berada di bawah koordinasi kementerian koordinator tertentu. Hal tersebut dikarenakan Kementerian PPN/Bappenas juga menyelenggarakan fungsi perencanaan pembangunan nasional yang sangat luas aspek dan ruang lingkupnya," ujar Tjahjo.
Diketahui, perihal BIN kini berada di bawah presiden dipertegas dengan pernyataan Mahfud Md selaku Menko Polhukam. Mahfud mengatakan lembaga yang saat ini dikepalai Budi Gunawan itu diperlukan untuk langsung berada di bawah presiden.
"BIN langsung berada di bawah presiden karena produk intelijen negara lebih langsung dibutuhkan oleh presiden. Tapi setiap Kemenko bisa meminta info intelijen kepada BIN. Saya sebagai Menko Polhukam selalu mendapat info dari Kepala BIN dan sering meminta BIN memberi paparan di rapat-rapat kemenko," ucap Mahfud, Sabtu (18/7).
Sementara itu, BIN melalui Deputi VII Wawan Hari Purwanto menyampaikan bila perubahan posisi BIN itu semata-mata demi distribusi informasi untuk presiden. Dia memastikan dengan kondisi saat ini segala informasi penting untuk presiden jadi lebih cepat tersampaikan.
"Hal ini menyederhanakan sistem pelaporan BIN dalam menyampaikan informasi ke Presiden. Semua ditujukan untuk efisiensi agar terjadi percepatan distribusi informasi ke Presiden sehingga kebijakan yang diambil dapat dilakukan secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta makin memperketat kerahasiaan informasi itu sendiri. Presiden adalah single client Badan Intelijen Negara, sehingga penyampaian informasi dilakukan secara direct," kata Wawan dalam keterangannya, Minggu (19/7).
Tonton video 'Jokowi: Untuk Rakyat, Saya Bisa Bubarkan Lembaga Hingga Reshuffle!':
(elz/van)