Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) yang memuat aturan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan pencegahan COVID-19. Wacana denda bagi pelanggar protokol COVID-19 mengemuka. Namun pakar menilai denda justru kurang manjur untuk mengatasi para pembandel.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai sanksi sosial justru lebih efektif membuat jera para pelanggar protokol COVID-19.
"Denda hanya efektif bila kondisi normal, tapi sekarang ini adalah kondisi force majeur, Bapak Presiden bilang ini extraordinary," kata Trubus kepada detikcom, Minggu (19/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia memprediksi, praktik pengenaan denda di lapangan hanya akan berujung pada 'main mata' alias 'cincay' antara petugas dan pelanggar protokol COVID-19, membayar denda sekenanya sesuai kesepakatan personal. Soalnya, masyarakat sedang terpuruk ekonominya gara-gara COVID-19. Kondisi seperti ini bakal membuat masyarakat-oknum aparat mencari 'jalan tengah' supaya bisa keluar dari polemik di lapangan.
"Ada pula aspek resistensi yang bakal muncul, apalagi bila terjadi resesi ekonomi," kata Trubus.
Sanksi sosial perlu dipilih sebagai jalan pendisiplinan masyarakat di masa pandemi COVID-19. Sanksi sosial dapat berupa bersih-bersih lingkungan, menyapu jalanan, membersihkan got-got, membersihkan tempat pembuangan sampah.
"Justru sanksi yang paling efektif adalah sanksi sosial. Tetapi pemerintah harus bertanggung jawab, yakni terlebih dahulu mensosialisasikan bahaya Corona, mengedukasi masyarakat sebelum menerapkan sanksi itu," kata Trubus.
Tonton video 'Kasus Corona di Indonesia Lampaui China, Kini Totalnya 86.521':
Sanksi sosial berupa bersih-bersih lingkungan dapat menyentuh sisi psikologis pelanggar aturan, yakni rasa malu orang yang bersangkutan. Bila orang tersebut malu, maka pelanggaran tak akan diulangi lagi.
"Wujud sanksi sosial adalah disuruh membersihkan jalanan, membersihkan got-got, membersihkan tempat pembuangan sampah. Dengan demikian, si pelanggar otomatis akan malu," kata dia.
"Kalau masih membandel, nanti harus diterapkan sanksi kurungan. Maka ini perlu dirundingkan untuk sanksi kurungan.
Masalahnya pelanggar protokol kesehatan itu bukan pelaku kriminal. Ini perlu dipikirkan," kata Trubus.
![]() |
Dia memahami Inpres tidak bisa langsung berlaku sebagai landasan penerapan sanksi. Bila nanti Inpres terbit dari tangan Jokowi, maka para kepala daerah masih perlu membuat Peraturan Daerah (Perda) untuk merinci lagi sanksi di masing-masing daerah. Sejumlah daerah kini sudah mencoba menerapkan sanksi denda bagi pelanggar protokol COVID-19.
"Sanksi yang paling efektif bukan denda, karena ekonomi masyarakat sedang terpuruk," tandas Trubus.
Soal Inpres ini, Jokowi sudah mengumpulkan para gubernur di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/7) lalu. Berdasarkan keterangan kepala daerah yang ikut rapat, Jokowi memberikan arahan soal sanksi bagi protokol kesehatan. Jokowi sedang menyiapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
Pada kesempatan sebelumnya, Jokowi mengatakan sanksi yang diberikan untuk pelanggar protokol kesehatan bisa berupa denda maupun pidana ringan. Rencana pemberian sanksi ini didasari masih adanya masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
"Jadi kita siapkan baru pada posisi regulasi yang bisa memberikan sanksi. Masih kita bicarakan, dalam bentuk denda, mungkin dalam bentuk kerja sosial atau dalam bentuk tipiring. Masih dalam pembahasan saya kira itu akan berbeda," ujar Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7).
Menurut Anda, mana yang lebih efektif membuat jera pelanggar protokol COVID-19? Apakah denda atau sanksi sosial?