Dua terdakwa penyiram air keras terhadap Novel Baswedan akan menjalani sidang putusan hari ini. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango percaya majelis hakim akan memperhatikan rasa keadilan masyarakat dalam memutus perkara tersebut.
"Saya tetap percaya majelis hakim akan memutuskan perkara ini sesuai dengan fakta-fakta yuridis yang diperoleh dalam persidangan dan menyandingkannya dengan rasa keadilan masyarakat," kata Nawawi kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).
Senada dengan Nawawi, Plt Jubir KPK Ali Fikri meminta majelis hakim memutus perkara tersebut dengan seadil-adilnya. Ia berharap majelis hakim mempertimbangkan posisi Novel sebagai penegak hukum yang jadi korban teror saat menjalankan tugas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu juga memperhatikan aspek sisi korban sebagai bentuk perlindungan kepada aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugas pemberantasan korupsi," tuturnya.
Seperti diketahui, persidangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan hampir menuju babak akhir. Dua terdakwa penyerangan Novel, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, bakal menjalani sidang pembacaan putusan pada Kamis, 16 Juli 2020.
Rahmat Kadir dan Ronny Bugis dituntut 1 tahun penjara. Jaksa menilai Rahmat dan Ronny terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel dengan menyiramkan air keras.
Tuntutan terhadap kedua terdakwa dibacakan secara terpisah di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Jaksa meyakini Rahmat dan Ronny bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tuntutan yang disampaikan jaksa itu lantas bikin heboh dan menuai banyak sorotan publik. Novel Baswedan pun ikut bersuara atas hal tersebut.
"Hari ini kita lihat apa yang saya katakan bahwa sidang serangan terhadap saya hanya formalitas. Membuktikan persepsi yang ingin dibentuk dan pelaku dihukum ringan," kata Novel melalui akun Twitternya, @nazaqistsha, Kamis (11/6).
Novel mengaku sudah memprediksi sedari lama hal ini akan terjadi. Dia menyebut kebobrokan ditampilkan secara vulgar.
"Memang hal itu sudah lama saya duga, bahkan ketika masih diproses sidik dan awal sidang. Walaupun memang hal itu sangat keterlaluan karena suatu kebobrokan yang dipertontonkan dengan vulgar tanpa sungkan atau malu," sebutnya.
"Selain marah, saya juga miris karena itu menjadi ukuran fakta sebegitu rusaknya hukum di Indonesia. Lalu bagaimana masyarakat bisa menggapai keadilan? Sedangkan pemerintah tak pernah terdengar suaranya (abai)," tuturnya.