Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyoroti Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang menimbulkan kegaduhan. Ia memandang, fenomena RUU HIP itu menjadi indikator bahwa perlunya Sosialisasi Empat Pilar untuk menguatkan pemahaman ideologi Pancasila.
"RUU HIP menggambarkan bahwa apabila kita tidak memahami Pancasila secara utuh, baik dan benar, akan menimbulkan kegaduhan dan penolakan dari masyarakat yang sangat luas, bukan hanya dari dalam DPR, MPR dan DPD, juga masyarakat Lintas Ormas Agama. Juga dari kalangan Legiun Veteran RI, Pemuda Pancasila dan lain-lain," tegas HNW dalam keterangannya, Minggu (12/7/2020).
HNW menekankan, pimpinan negara di cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif mesti memahami dan mengamalkan Pancasila.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika tidak memahami Pancasila, maka tidak akan amanah, tidak produktif, bahkan bisa kacau seperti hadirnya RUU HIP. Melalui sosialisasi, Bapak-Bapak atau generasi muda, diharapkan bisa focus dalam memahami Pancasila, UUDNRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, dan bagaimana menjadi Birokrat Indonesia yang amanah. Supaya bisa mengelola masyarakat dan negara dengan baik dan benar, tidak menimbulkan kontroversi yang kontraproduktif," tutur HNW.
Kegaduhan RUU HIP menjadi pengingat bahwa Pancasila sebagai filosofi dan dasar negara tidak bisa didown grade menjadi setara dengan UU, atau bisa diperas menjadi Ekasila apalagi Trisila. Selain itu, Pancasila juga tidak bisa dihadirkan, tanpa mementingkan sila pertama secara penuh, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Bukan hanya Ketuhanan saja, atau Ketuhanan yang berkebudayaan sebagaimana yang ada dalam RUU HIP yang ditolak itu," ungkap Hidayat.
Ia mengingatkan bahaya yang muncul apabila tidak memahami Pancasila secara benar, salah satunya tidak bisa memahami siapa saja yang telah berjasa dan berkorban mewujudkan Pancasila sebagai dasar negara.
"Kalau kita tidak paham bahwa dasar negara adalah Pancasila, maka akan terjadi Islamophobia, juga Indonesiaphobia. Seolah-olah tidak ada jasa umat Islam dalam pembuatan Pancasila. Dan atau sebaliknya seolah-olah Indonesia merdeka tidak ada keterkaitan dan kontribusi tokoh-tokoh umat Islam baik dari ormas maupun orpol Islam," ujar HNW.
Para birokrat, kata HNW, perlu memahami bagaimana keterlibatan umat Islam dalam menyelamatkan Pancasila dan NKRI. Berdasarkan riwayat dari Nahdlatul Ulama (NU), dijelaskan KH Hasyim Asyari sampai puasa dan salat malam khusus untuk meminta petunjuk Indonesia merdeka.
Pada peristiwa itu juga terdapat peran besar dari Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah) maupun M Natsir (Masyumi). HNW mengingatkan agar peristiwa tersebut harus selalu diingat dalam membangun masyarakat maupun dalam menyelamatkan Indonesia dari pihak yang hendak menyelewengkan Pancasila, atau separtisme yang ingin merongrong NKRI.
HNW menekankan, keberadaan Pancasila merupakan salah satu dari empat pilar kebangsaan Indonesia yang berkaitan erat dengan tiga pilar lainnya.
"Pilar kedua adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 sebagai penjabaran dari ideologi dan dasar negara. UUD NRI 1945 merupakan turunan dari Pancasila," sebut HNW.
Selanjunya, pilar ketiga dan pilar keempat adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Kedua pilar tersebut, lanjut HNW, saling berkaitan. NKRI eksis karena adanya penghormatan dan penerimaan terhadap realita kebhinnekaan, berbeda-beda tetapi tetap bersatu jua.
(akn/ega)