Minuman keras asal Sulawesi Selatan (Sulsel), ballo tengah menjadi perbincangan setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkannya diolah menjadi hand sanitizer di tengah pandemi virus Corona. Tito menyarankan kepala daerah di Sulsel memanfaatkan ballo yang disita polisi.
"Saya tadi ngobrol sama Pak Gubernur, 'Pak Gub, di sini kan banyak sekali ballo, ballo itu kan ditangkapi (disita) polisi, ditampung saja oleh kepala daerah, seperti arak Bali itu ditampung mereka dipakai kerjasama dengan universitas, Balai POM, kemudian diubah menjadi hand sanitizer," kata Tito saat Rakor Pilkada Serentak Sulsel 2020 di Kantor Gubernur Sulsel, Makassar, Rabu (8/7) lalu.
Dengan kadar alkohol sekitar 30 persen, ballo merupakan minuman keras hasil fermentasi buah lontar. Perlu pengolahan lebih lanjut untuk menjadikannya hand sanitizer yang mampu membunuh virus Corona (COVID-19).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena ballo itu baru 30-40% (alkoholnya), yang bisa membunuh (virus) itu 70%. (Setelah ballo jadi hand sanitizer) baru kemudian dikasih label," ujarnya.
Namun mengolah ballo menjadi hand sanitizer yang memiliki kadar alkohol minimal 70 persen ternyata bukan pekerjaan mudah. Kepala Program Studi Farmasi Universitas Hasanuddin (Unhas), Yusnita Rifai menjelaskan, mengekstraksi ballo menjadi antiseptik memerlukan perlakuan yang sangat khusus dan sulit. Prosesnya juga akan memakan biaya yang sangat tinggi.
"Membutuhkan teknis eksperimental yang tinggi, destilasi uap bertingkat. Itu untuk isolasi alkohol kemudian prosesnya itu hanya 30 persen dari sementara kebutuhan 70 persen. Pasti kita membutuhkan banyak sekali ballo untuk ekstraksi ballo," jelasnya.
"Kadar alkohol untuk menginaktivasi virus itu sampai 70 sampai 90 persen. Kalau kalau di bawah 70 persen tidak bisa berfungsi jadi antiseptik," lanjutnya.
Yusnita menilai, usulan ballo diolah menjadi hand sanitizer dapat dilakukan jika di tengah kondisi pandemi terjadi kelangkaan hand sanitizer. Namun dengan kondisi saat ini dimana hand sanitizer cukup mudah didapatkan, maka mengolah ballo menjadi hand sanitizer dinilai tidak efektif.
"Peluangnya bisa, hanya tidak efektif. Pertama karena ballo mengandung gula, jadi kadar gulanya tinggi sementara kadar alkohol di dalam itu maksimum 30 persen," tuturnya.
Sebelum adanya usulan Tito tersebut, Yusnita mengaku pada Maret lalu sempat diminta BNN untuk mengolah barang bukti miras sitaan BNN menjadi hand sanitizer.
"Karena mereka punya banyak miras yang disita dan pada waktu itu alkohol langka, mereka berpikir mencari alkohol, bagaimana mengencerkan dan mengekstraksi. Saya katakan ini bisa asal kondisinya alkohol sangat langka. Tapi kan sekarang tidak lagi (langka)," terang Kepala Satgas COVID-19 Fakultas Farmasi Unhas ini.
Selain kurang efektif dari sudut pandang praktisi Farmasi, mengolah ballo menjadi hand sanitizer juga tak dibenarkan Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan (MUI Sulsel), sebab ballo memiliki unsur haram.
"Kalau ada unsur haramnya kan ini tidak boleh. Tapi biasanya kan tidak begitu," kata Sekretaris MUI Sulsel Muhammad Ghalib saat dimintai konfirmasi, Jumat (10/7).
Lebih lanjut Ghalib menyebut miras jenis ballo pada intinya memabukkan. "Artinya tidak boleh yang haram dan tentu saja. Kan kaidah intinya itu memabukkan," tuturnya.
Ghalib mengatakan usulan Tito agar ballo menjadi hand sanitizer masih perlu pembahasan lebih lanjut oleh MUI Pusat untuk menjadi kajian tersendiri.
"Meskipun harus dilihat lebih rinci. Tapi secara umum itu kan tidak ini (boleh)," tegasnya.