Mantan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog), Ahmadi Hasan diperiksa KPK terkait kasus dugaan suap ke eks anggota DPR Bowo Sidik Pangarso. Ahmadi dicecar penyidik KPK soal dugaan penerimaan sejumlah duit terkait kasus itu.
"Penyidik mendalami keterangan saksi terkait adanya dugaan penerimaan sejumlah uang oleh saksi dari tersangka TAG (Taufik Agustono). Mengenai detailnya masih akan di dalami lebih lanjut," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (10/7/2020).
Hari ini, Ahmadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Taufik Agustono. Ahmadi dipanggil dalam kapasitas sebagai Dirut PT Pilog. Ia sebelumnya juga pernah diperiksa sebagai saksi pada Desember 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taufik merupakan tersangka teranyar, yang dijerat KPK dari hasil pengembangan kasus suap ke Bowo Sidik ini. Taufik ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Oktober 2019 dan kini sudah ditahan.
Dalam pengungkapan awal melalui operasi tangkap tangan (OTT), KPK menjerat 3 orang, yaitu Bowo Sidik, Asty Winasti, dan Indung. Asty disebut sebagai Marketing Manager PT HTK, sedangkan Indung adalah asisten Bowo Sidik. Ketiganya telah divonis bersalah terlibat dalam transaksi suap terkait distribusi pupuk menggunakan kapal.
Bowo Sidik sendiri sudah dieksekusi ke Lapas Kelas I Tangerang pada Rabu (18/12/2019) lalu. Dia akan menjalani hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Bowo terbukti menerima suap USD 163.733 dan Rp 311 juta (bila dikurskan dan dijumlah sekitar Rp 2,6 miliar) dalam kasus suap distribusi pupuk menggunakan kapal. Suap itu diterima dari Asty Winasty dan Taufik Agustono. Pemberian suap itu diterima Bowo melalui Indung.
Bowo juga menerima Rp 300 juta dari Lamidi Jimat selaku Direktur Utama PT AIS. Uang tersebut diberikan agar Bowo membantu menagih pembayar utang. PT AIS memiliki piutang Rp 2 miliar dari PT Djakarta Lloyd, berupa pekerjaan jasa angkutan dan pengadaan bahan bakar minyak (BBM).
Selain itu, Bowo Sidik menerima gratifikasi SGD 700 ribu dan Rp 600 juta (sekitar Rp 7,7 miliar). Penerimaan gratifikasi tersebut berkaitan dengan pengurusan anggaran di DPR hingga Munas Partai Golkar.
(ibh/isa)