Pemerintah mengingatkan mikrodroplet dapat bertahan di udara cukup lama. Anggota Tim Pakar Medis Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID - 19, Prof. Dr. Drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika menyebut mikrodroplet dapat bertahan lebih lama di udara dalam kondisi ruangan tertutup, dan tanpa sirkulasi udara yang baik.
"Sebagai virus pernapasan, sekali lagi virus ini memang berpeluang dari awal secara aerosol. Seperti diketahui tidak hanya makrodroplet yang terjadi pada saat kita batuk misalnya dan bersin, dan juga muncul mikrodroplet yang berpeluang terjadi melalui aerosol. Jadi bukan hal yang baru dan mestinya tidak membuat kita semakin panik," kata Mahardika, yang juga Guru Besar FKH Universitas Udayana dalam konferensi pers yang disiarkan di akun YouTube BNPB Indonesia, Jumat (10/7/2020).
Dia menjelaskan penjelasan itu tak berarti virus Corona menyebar secara aerosol atau menular bersama aliran arah angin dan udara. Namun, mikrodroplet ini bisa bertahan di udara ketika berada di ruangan tertutup, contohnya di ruangan kerja yang terdapat AC dan tidak ada sirkulasi udara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau yang disebut true aerosol itu menular bersama aliran angin dan udara ke mana arah udara. Kemudian itulah penyakitnya itu berjangkit, (Corona) ini tidak. Ini biasanya dalam setting ruangan tertutup. Misalnya bus, kemudian ruangan ber-AC, pusat perdagangan, perkantoran atau restoran yang menggunakan ventilasinya melalui ventilasi buatan atau ber-air conditioner. Jadi ini settingnya pada ruangan tertutup," terang Mahardika.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar masyarakat tetap memperhatikan sirkulasi udara di ruangan ber-AC. Bahkan di kendaraan bermotor, baik pribadi maupun umum seperti taksi.
"Yang sederhana adalah usahakan ventilasi alami, buka jendela buka pintu. Virus itu kalau ada yang tertular itu kan larut, dan mohon diingat untuk membikin sakit perlu ada dosis tertentu. Kalau ventilasi terbuka itu konsentrasi virus yang terpapar di individu jauh lebih sedikit," ujarnya.
"Jadi pakai kendaraan umum atau naik taksi buka saja jendela, memakai masker, gunakan ventilasi alami jauh lebih aman, jauh lebih enak, jauh lebih segar," sambung dia.
Mahardika lebih lanjut menyarankan agar Pemerintah membuat standarisasi pemasangan instalasi ultraviolet portabel. Alat tersebut dinilai dapat mengurangi resiko penyebaran COVID-19 di ruangan tertutup seperti di ruang kelas, ruangan perawatan di RS, biasa dipakai di laboratorium, serta berbiaya murah dan efisien.
"Sinar ultraviolet yang ada di pasar itu UVC yang energinya cukup besar, dan sangat efektif membunuh virus, seandainya satu ruangan itu ada yang tertular maka resiko untuk menulari ke orang lain dapat dicegah seminimum mungkin," jelas dia.
Mahardika berpesan meskipun ada potensi Corona menular dari mikrodroplet, dia minta masyarakat tidak panik dan tetap disiplin menggunakan masker dan jaga jarak. Ia mengatakan meskipun angka penularan COVID-19 meningkat tapi angka fatality rate-nya menurun.
"Saya minta tidak panik, jadi dari dulu COVID-19 itu begitu lahir karena ini virus pernapasan melalui aerosol sangat mungkin nggak bisa diabaikan. Kedua meskpiun belakangan ini virus ini dikatakan lebih beraerosol dan mudah menular antar orang tapi data WHO dunia memang kasus konfirmasi meningkat tapi kasus fatalitas juga menurun," ujarnya.
"Jadi jangan panik, jalani protokol COVID-nya dengan ketat, dengan disiplin, kita boleh selama 24 jam menggunakan masker tapi 1 menit itu kemudian kita lupa atau lalai maka menjadi ambyar," sambungnya.