Kemenkum HAM Usulkan Prosedur Sidang Online Masuk Revisi KUHAP

Kemenkum HAM Usulkan Prosedur Sidang Online Masuk Revisi KUHAP

Yulida Medistiara - detikNews
Rabu, 08 Jul 2020 16:45 WIB
Terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi alat kesehatan di Pemprov Banten dan Pemkot Tangerang Selatan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan mengikuti sidang yang dilakukan secara online oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, seperti terpantau dari Gedung KPK Jakarta, Kamis (20/2/2020). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum KPK.
Ilustrasi. Terdakwa Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) mengikuti sidang kasus TPPU dan korupsi alkes via online oleh Pengadilan Tipikor Jakarta (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) mengusulkan agar prosedur persidangan online juga diatur dalam revisi UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal itu karena KUHAP belum mengatur tata cara prosedur persidangan secara online.

"Kalau menurut saya, rekomendasinya, agar supaya kebenaran materiil bisa terpenuhi, maka mau tidak mau titik tekan kita yang utama adalah melakukan revisi atau melakukan pembenahan regulasi, yang dikhususkan persidangan online atau e-litigasi. Terkait dengan persidangan online dan rekomendasi ini, saya bedakan dengan aspek prosedural dan aspek substansial," kata Kepala BPHN Kemenkum HAM Benny Riyanto dalam diskusi bertajuk 'Persidangan Online sebagai Inovasi Beracara Pidana di Masa Pandemi COVID-19', Rabu (8/7/2020).

"Kalau aspek prosedural kita menyiapkan regulasinya, entah itu sementara waktu berbentuk perma (peraturan Mahkamah Agung) dan kemudian kita ditindaklanjuti dengan revisi KUHAP itu adalah aspek prosedural. Prosedur pembentukan regulasinya," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai perlu ada payung hukum terkait persidangan online. Saat ini mekanisme persidangan online karena darurat kesehatan COVID-19 baru diatur dalam surat edaran MA dan Kejaksaan Agung serta MoU antara Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Namun, menurutnya, hal itu tidak cukup karena di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur mengenai pemeriksaan saksi, baik terdakwa, barang bukti, harus dihadirkan dan diperiksa saksama di persidangan. Karena itu, ia mengusulkan dalam waktu dekat agar Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan Mahkamah Agung terkait prosedur persidangan pidana secara online.

ADVERTISEMENT

"Kalau menurut saya, pembentukan regulasi ini dipisahkan dengan dua, yaitu yang terkait dengan kebutuhan revisi parsial regulasi, parsial dalam jangka pendek karena sudah sangat dibutuhkan, sementara kalau akan mengubah KUHAP itu membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, secara parsial sementara waktu bisa dibuatkan perma khusus sidang online di perkara pidana bagaimana prosedurnya yang berbada dengan Perma 1 Tahun 2019," ujar Benny.

Selain itu, lanjut Benny, revisi terhadap KUHAP perlu dilakukan karena sudah berada di Prolegnas jangka menengah. Menurutnya, revisi KUHAP bisa didorong dengan cepat asalkan telah memenuhi syarat pembentukan undang-undang dan bila dalam keadaan mendesak.

"Ini saya kembalikan sejauh mana dianggap perlunya urgensitas atas melakukan revisi KUHAP itu sendiri. Kalau kita semua sepakat bahwa ini sangat urgen, tinggal pemerintah nanti mendorong baik melalui inisiatif Kejagung, Kemenkum HAM, mendorong duduk berbicara dengan DPR agar sepakat ini bisa segera dilahirkan sesuai Pasal 23 UU 12 Tahun 2011," katanya.

Ia menjelaskan lebih baik merevisi KUHAP daripada MA mengeluarkan surat edaran terus menerus. Sebab, menurutnya, praktik hukum selama ini undang-undangnya belum direvisi, tetapi sering tambal sulam dengan perma atau sema.

"Itu saran saya, kalau saya lebih baik kita merevisi KUHAP. Daripada budaya kita itu sudah cukup lama dalam dunia peradilan itu UU-nya belum direvisi tapi ditambal sulam dengan beberapa perma yang ada maupun sema," ujarnya.

Senada dengan Benny, Jampidum Kejagung Sunarta mengatakan pada saat pelaksanaan persidangan online terdapat beberapa perdebatan karena ada beberapa hal yang belum diatur di KUHAP yang disusun pada 1981. Ia mendorong agar nantinya mekanisme persidangan online dapat masuk di dalam revisi KUHAP.

"Kelemahan yuridis formal pelaksanaan sidang online tersebut perlu kita pahami bersama mengingat KUHAP memang belum mengatur mengenai pelaksanaan sidang secara online. KUHAP disusun pada 1981, di mana teknologi yang dicantumkan masih menggunakan media kawat atau telegram. Tentu pada era tersebut belum terbayang penggunaan video conference untuk pelaksanaan sidang. Namun, dengan adanya perkembangan yang terjadi di masyarakat, khususnya adanya perkembangan teknologi informasi dalam keadaan darurat kesehatan," ujarnya.

Sementara itu, MA dalam waktu dekat akan mengeluarkan perma yang mengatur tentang mekanisme administrasi dan persidangan perkara pidana secara elektronik. Hal ini dilakukan untuk mendukung regulasi kerja sama MoU antara Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kemenkum HAM mengenai pelaksanaan persidangan melalui teleconference.

"Kami dari Mahkamah Agung sekarang ini sedang menyusun peraturan Mahkamah Agung (perma) melalui administrasi dan persidangan perkara pidana secara elektronik di pengadilan," kata Ketua Kamar Pidana MA Suhadi dalam kesempatan yang sama.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads