KPK menetapkan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya yang juga menjabat Ketua DPRD Kutai Timur, Encek Unguria R, sebagai tersangka kasus suap terkait proyek infrastruktur. Ada duit Rp 170 juta dan beberapa tabungan dengan total saldo Rp 4,8 miliar yang disita KPK saat menangkap Ismunandar dalam OTT.
"Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan sejumlah uang tunai sebesar Rp 170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp 4,8 miliar, sertifikat deposito sebesar Rp 1,2 miliar," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (3/7/2020).
Tim KPK awalnya bergerak menindaklanjuti informasi mengenai adanya tindak pidana korupsi dan membagi dua tim di area Jakarta dan Sangatta, Kutai Timur. Pada pukul 12.00 WIB, Kamis (2/7), Encek Unguria, Kepala Bappenda Musyaffa, dan stafnya Dedy Febriansara datang ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan sosialisasi pencalonan Ismunandar sebagai calon Bupati Kutai Timur 2021-2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, pada pukul 16.30 WIB, Ismunandar dan ajudannya Arif Wibisono menyusul datang ke Jakarta. Setelah itu, pada pukul 18.45 WIB, tim KPK mendapat informasi adanya penggunaan uang yang diduga dikumpulkan dari para rekanan yang mengerjakan proyek di Pemkab Kutim.
"Selanjutnya tim KPK mengamankan ISM (Ismunandar), AW (Arif Wibisono), dan MUS (Musyaffa) di restoran fX Senayan, Jakarta. Setelah itu, secara simultan, tim KPK yang berada di area Jakarta dan Sangatta, Kutim, juga turut mengamankan pihak-pihak lain," ujar Nawawi.
KPK pun telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini. Mereka ialah:
Sebagai penerima
1. Bupati Kutai Timur Ismunandar
2. Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria
3. Kepala Bappenda Musyaffa
4. Kepala BPKAD Suriansyah
5. Kepala Dinas PU Aswandini
Sebagai pemberi
1. Aditya Maharani selaku rekanan
2. Deky Aryanto selaku rekanan
Ismunandar, Encek, dkk disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Aditya Maharani dan Deky Aryanto dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(knv/imk)