Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar menghadiri acara Kongres Kebudayaan Desa yang digelar secara virtual di Jakarta. Hadir sebagai keynote speech, Abdul Halim mengatakan desa memiliki model dan modul tersendiri dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, termasuk saat menghadapi New Normal. Uniknya, hal tersebut dilakukan dengan tetap bertumpu pada kebudayaan dan adat.
"Saya berharap para praktisi bisa menceritakan bagaimana cara desa melalui kebudayaan bisa menghadapi kenormalan baru hidup di desa," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/7/2020)
Lebih lanjut, ia menjelaskan, pandemi COVID-19 berakibat pada paradigma baru dalam melihat dunia termasuk kebudayaan. Beberapa budaya seperti budaya tatap muka saat seminar, bersalam-salaman, dan budaya mengobrol secara langsung saat ini beralih menjadi udaya virtual yang serba teknologi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dan semua peserta Kongres Kebudayaan Desa tahun 2020 ini saja tidak seperti biasanya. Biasanya kita ketemu, tatap muka, bersalaman dan bercipika-cipiki, ngobrol, kalau bahasa Jawanya gojlok-gojlokan, kita tidak melakukan itu. Tapi kita bertatap muka dengan meminta tolong kebudayaan baru yang bernama teknologi informasi," katanya.
Menurutnya, era New Normal menjadi langkah strategis dalam mengatasi keterbatasan aktivitas di tengah pandemi COVID-19. Selama New Normal, masyarakat dimungkinkan untuk saling bertemu dan berdialog secara langsung dengan tetap menjaga jarak, tidak bersalaman, dan saling menghormati protokol kesehatan.
"Dan tentu kita juga berharap ini (pandemi COVID-9) segera selesai. Karena semua itu sebenarnya bukan budaya asli kita, kita ingin kembali ke budaya asli kita," ungkapnya.
Abdul meyakini, dibalik keriuhan negara dalam menyelesaikan berbagai persoalan, desa memiliki solusi permasalahan tersendiri, yakni dengan menyelesaikan permasalahan-permasalahan warga desanya melalui adat dan budaya setempat.
Selain itu, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa juga bertumpu pada akar budaya di setiap desa. Pasalnya, adat dan budaya yang menjadi kekayaan Indonesia adalah berasal dari desa.
"Saya selalu mengatakan bahwa perencanaan pembangunan dan pelaksanaan pembangunan desa, jangan sekali-kali lepas dari tumpuan dan akar budaya desa setempat," ujarnya.
Adapun Kongres Kebudayaan Desa ini merupakan momentum tepat sebagai titik tolak kebangkitan desa-desa yang memiliki akar budaya. Ia berharap, Kongres Kebudayaan Desa dapat dilaksanakan rutin setiap tahun.
"Mudah-mudahan ini merupakan awal untuk kongres kebudayaan desa tahun-tahun berikutnya," pungkasnya.
(prf/ega)