Jakarta -
Lembaga Median mengadakan survei mengenai Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Sebagian responden percaya RUU HIP memberi peluang masuknya komunis.
"Lebih dari sepertiga publik menyatakan bahwa isu komunisme menghantui pikiran mereka dalam pembahasan RUU HIP," kata Direktur Utama Median, Rico Marbun, dalam video siaran pers, Senin (29/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Median menggelar survei pada 21-25 Juni 2020 terhadap 20.658 responden. Dari jumlah total tersebut, sampel diambil sebesar 800 nomor telepon untuk dihubungi. Margin of error survei ini sebesar kurang-lebih 3,46% pada tingkat kepercayaan 95%.
RUU HIP dan Komunisme
Responden ditanyai soal seberapa percaya dengan pendapat bahwa RUU HIP bisa membuka peluang kesempatan masuknya komunis di Indonesia. Berikut hasilnya:
I. Tidak percaya (total 25%):
- sangat tidak percaya 2,2%
- tidak percaya 22,8%
II. Percaya (total 35,9%)
- sangat percaya 15,2%
- percaya 20,7%
III. Tidak tahu/tidak jawab 39,1%.
Demikianlah hasilnya. Ada 35,9% responden yang percaya terhadap isu komunisme itu. Bermacam-macam alasan dari mereka yang percaya bahwa RUU HIP bisa membuka kesempatan masuknya komunis.
Yang paling banyak, orang yang percaya pada isu komunis dalam RUU UIP itu berprasangka pembahasan RUU HIP menjurus ke PKI (15,2%), tidak mencantumkan pelarangan komunis (12,1%), menjadi kelonggaran untuk PKI masuk (12,1%), karena sila pertama diganti (9,1%), RU HIP ditunggangi PKI (6,1%), takut dijajah komunis (3,0%), sudah terbuka semua informasi (3,0%), PKI sudah dilarang di Indonesia (3,0%), dan paham komunis sudah ada di DPR/anggota dewan (3,0%).
Sedangkan pihak yang tidak percaya bahwa RUU HIP menjadi kesempatan masuknya komunis berpandangan PKI sudah dilarang di Indonesia sehingga tidak perlu khawatir (17,4%), PKI sudah tidak ada (17,4%), hoax (8,7%), sulit membuka kembali PKI (4,3%), pemikiran orang sudah luas (4,3%), masyarakat mengawasi (4,3%), dan disetujui hampir semua partai (4,3%).
Persepsi soal Trisila dan Ekasila
Soal trisila dan ekasila, Median juga memotret persepsi respondennya. Sebagaimana diketahui, istilah trisila dan ekasila adalah istilah Bung Karno, dikemukakannya saat 1 Juni 1945, sebagai sebentuk tawaran barangkali anggota sidang BPUPKI ada yang tidak berkenan dengan Pancasila. Namun toh akhirnya yang menjadi dasar negara adalah Pancasila.
Trisila adalah sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Ekasila adalah gotong royong.
Soal trisila dan ekasila ada di Pasal 7 dari draf RUU HIP. Seiring perjalanan waktu, fraksi PDIP setuju agar muatan ekasila dan trisila dihapus saja.
Responden yang disurvei oleh Median menunjukkan persepsinya. Sebagian besar tidak setuju dengan trisila (64,1%), yang setuju ada 15,9% saja, sisanya tidak tahu/tidak menjawab (20%).
Alasannya, responden menilai Pancasila sudah final, tidak perlu diubah menjadi trisila (30,5%), responden juga menilai trisila bertentangan dengan Islam dan ikut ulama (13,6%), serta Pancasila adalah konsensus bersama (8,5%).
Yang setuju dengan trisila dalam RUU HIP, mereka beralasan tidak ada yang perlu ditakutkan (20%), trisila sebagai panduan Pancasila (20%), dan Pancasila kurang melindungi minoritas (10%).
Soal ekasila, yang tidak setuju sebesar 68,5%, yang setuju sebesar 14,5%, dan yang tidak tahu/tidak menjawab sebesar 17,0%.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini