"Kalah bersaing sama yang tua, bukan kalah bersaing sama yang prestasi. Nah ini yang saya paling bingung," ucap Satrio.
Menurutnya, ada siswa yang berusia muda yang telah bekerja keras meraih prestasi selama di sekolah. Sementara Satrio mengatakan persyaratan usia di PPDB tidak menghargai siswa-siswa yang berprestasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau misalnya dilihat dari umur selain nggak menghargai orang yang berprestasi, nggak menghargai juga orang yang kerja keras misalnya akselerasi. Itu kan mereka kan belajaranya lebih susah juga lebih giat kan. Udah lebih susah dan lebih giat tapi nggak dihargai. Dan nggak semua orang yang tidak mampu itu juga semuanya lebih tua. Itu artinya kita nggak menghargai juga anak tidak mampu yang bekerja keras yang umurnya muda-muda," jelasnya.
Selain itu, Satrio mengungkapkan faktor usia yang menjadi persyaratan seleksi siswa baru tidaklah adil. Dia pun tidak setuju dan masih mempertanyakan adanya keputusan tersebut.
"Ya yang jelas tidak. Karena nggak fair. Pertama ya dilihat nggak fair. Karena kan yang namanya sekolah itu kan berdasarkan prestasi. Yang kedua tuh alasannya nggak jelas. Kita tuh semua bertanya-tanya kenapa kok berdasarkan usia," ujar Satrio.
Selain itu, Satrio mengatakan adiknya saat ini juga terdampak secara psikologis. Adiknya, lanjut Satrio, kerap merasa cemas karena takut tidak dapat sekolah.
"Sangat cemas. Paling ini sih, cemas karena takut nggak dapat sekolah kan, atau takut dapat sekolah yang jauh. Kita kan pengennya yang sesuai zonasi kita dekat," kata Satrio.
Satrio pun berharap pemerintah setempat dapat membuat kebijakan yang lebih mengutamakan prestasi daripada usia. Dia mengimbau agar siswa berprestasi dapat lebih dihargai.
"Harapan saya kriterianya sesuai prestasi lah. Hargai siswa yang memang belajar keras, pekerja keras bukan dari umur. Jangan cari gampangnya aja kalau seleksi itu. Kesannya sih cuma cari gampangnya aja," tutur Satrio.
(imk/imk)