Jakarta -
Persyaratan usia di jalur penerimaan peserta didik baru (PPDB) DKI Jakarta menuai protes di kalangan orang tua murid. Salah seorang wali murid mengatakan sistem PPDB DKI saat ini tidak menghargai siswa yang berprestasi.
Wali murid bernama Satrio (31) mengatakan adiknya yang berumur 15 tahun 3 bulan gagal diterima di sekolah tujuannya karena faktor usia. Dia menjelaskan, siswa yang menempati urutan pertama di sekolah tersebut telah berusia lebih 17 tahun, namun dengan nilai yang lebih rendah dari nilai adiknya.
"Dia (adik Satrio) umurnya 15 tahun 3 bulan. Itu yang di ranking satu itu (umurnya) 17 tahun. Yang ranking paling bawah itu 15 tahun 4 bulan. Jadi adek saya udah kebuang. Beda sebulan. Tapi kalau dilihat-lihat. Kan bisa dilihat nilai-nilainya. Nilai-nilainya tuh lebih tinggi adek saya. Bahkan ranking 1 nya aja lebih rendah nilainya daripada yang itu," kata Satrio saat dihubungi pada Kamis (25/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satrio mengaku kaget saat mengetahui PPDB tahun ini mengutamakan siswa dengan usia yang lebih tua. Baginya, nilai tidak dihargai dalam PPDB DKI 2020.
"Iya yang ranking satu itu cuma umur saja. Saya ngerasa tuh nilai kayak kurang dihargai ya. Soalnya yang dilihat literally hanya berdasarkan umur," ujar Satrio.
Lebih lanjut Satrio mengatakan adiknya telah gagal bersaing dengan siswa yang lebih tua, bukan kalah dengan siswa yang berprestasi. Dia pun heran dengan sistem PPDB tahun ini.
"Kalah bersaing sama yang tua, bukan kalah bersaing sama yang prestasi. Nah ini yang saya paling bingung," ucap Satrio.
Menurutnya, ada siswa yang berusia muda yang telah bekerja keras meraih prestasi selama di sekolah. Sementara Satrio mengatakan persyaratan usia di PPDB tidak menghargai siswa-siswa yang berprestasi.
"Kalau misalnya dilihat dari umur selain nggak menghargai orang yang berprestasi, nggak menghargai juga orang yang kerja keras misalnya akselerasi. Itu kan mereka kan belajaranya lebih susah juga lebih giat kan. Udah lebih susah dan lebih giat tapi nggak dihargai. Dan nggak semua orang yang tidak mampu itu juga semuanya lebih tua. Itu artinya kita nggak menghargai juga anak tidak mampu yang bekerja keras yang umurnya muda-muda," jelasnya.
Selain itu, Satrio mengungkapkan faktor usia yang menjadi persyaratan seleksi siswa baru tidaklah adil. Dia pun tidak setuju dan masih mempertanyakan adanya keputusan tersebut.
"Ya yang jelas tidak. Karena nggak fair. Pertama ya dilihat nggak fair. Karena kan yang namanya sekolah itu kan berdasarkan prestasi. Yang kedua tuh alasannya nggak jelas. Kita tuh semua bertanya-tanya kenapa kok berdasarkan usia," ujar Satrio.
Selain itu, Satrio mengatakan adiknya saat ini juga terdampak secara psikologis. Adiknya, lanjut Satrio, kerap merasa cemas karena takut tidak dapat sekolah.
"Sangat cemas. Paling ini sih, cemas karena takut nggak dapat sekolah kan, atau takut dapat sekolah yang jauh. Kita kan pengennya yang sesuai zonasi kita dekat," kata Satrio.
Satrio pun berharap pemerintah setempat dapat membuat kebijakan yang lebih mengutamakan prestasi daripada usia. Dia mengimbau agar siswa berprestasi dapat lebih dihargai.
"Harapan saya kriterianya sesuai prestasi lah. Hargai siswa yang memang belajar keras, pekerja keras bukan dari umur. Jangan cari gampangnya aja kalau seleksi itu. Kesannya sih cuma cari gampangnya aja," tutur Satrio.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini