Gubernur Gorontalo Rusli Habibie membeberkan pengalaman Provinsi Gorontalo dalam menangani virus Corona (COVID-19). Rusli menceritakan dari banyaknya masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan terkait COVID-19 hingga sempat mendapat penolakan saat pengajuan PSBB tahap pertama.
Rusli mengungkapkan, saat kasus positif Corona di Gorontalo masih nihil, masyarakat masih mengabaikan seruan Pemprov untuk menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Saat itu, kata Rusli, masyarakat masih beranggapan bahwa virus Corona tidaklah berbahaya.
"Dan lagi-lagi ini mendapat hambatan juga daripada masyarakat karena ketika masyarakat itu Gorontalo masih nol ini masyarakatnya acuh. Oh, kita akan meninggal itu karena ajal, bukan karena Corona. Ini yang kita hadapi dan hampir sebagian besar masyarakat," kata Rusli Habibie saat live di Youtube BNPB Indonesia, Rabu (24/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Anggapan masyarakat berubah, kata Rusli, sejak seorang anggota jemaah tablig yang mengikuti Ijtima Dunia Se-Asia di Gowa, Sulawesi Selatan, dinyatakan positif Corona pada 10 April 2020.
"Di situ mulai masyarakat Gorontalo khawatir dan takut dengan Corona ini. Yang tadinya mereka anggap biasa-biasa saja. Nah, ini yang kita lakukan tracking terus, sosialisasi dan saya, termasuk bupati-wali kota tak henti-henti nya turun ke desa-desa dan kelurahan untuk menyatakan bahwa ini bahaya Corona. Tapi masyarakat tetap waspada tidak panik dan takut. Kita harus hadapi," jelasnya.
Setelah melakukan penelusuran kontak, kasus konfirmasi positif Corona di Gorontalo pun semakin meningkat. Karena itu, Pemprov Gorontalo sepakat untuk mengajukan proposal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kepada pemerintah pusat.
Namun pengajuan proposal mengenai PSBB Provinsi Gorontalo sempat ditolak pemerintah. Saat itu, Rusli tidak setuju atas keputusan pemerintah pusat dan merasa kurang diperlakukan secara adil.
"Pertama kali kami surati ke gugus tugas maupun Kemenkes belum mendapat tanggapan bahwa melihat daripada dampak daripada Provinsi Gorontalo belum terlalu mengkhawatirkan," jelasnya.
"Nah, ini yang memicu saya dan saya merasa kurang diperlakukan secara adil. Kenapa? Karena masyarakat saya harus dilindungi, jangan sampai mereka tertular dulu. Masa alasan teman-teman di pusat bahwa kita harus menunggu hasil daripada kegiatan-kegiatan kita dan juga belum terdampak begitu yang positif," sambungnya.
Akhirnya, setelah berkoordinasi kembali dengan pemerintah pusat, pengajuan PSBB Gorontalo diterima. Provinsi Gorontalo pun secara resmi memulai kegiatan PSBB pertama pada 4-17 Mei 2020.
"Sehingga saya karena dengan Pak Doni begitu dekat saya berkonsultasi lewat WA juga dengan Menkes akhirnya mendapat green light dan mereka buat lagi surat yang kedua. Alhamdulillah disetujui, sehingga tanggal 4-17 Mei itu PSBB kita lalukan pertama kali dimana langsung batasi pergerakan orang yang keluar-masuk Gorontalo juga yang di dalam Gorontalo yang harus kita dilindungi," ujarnya.
Saat ini Gorontalo telah mengakhiri masa PSBB ketiga. Namun, di masa pelonggaran PSBB ini, Pemprov Gorontalo telah mengatur masuknya pendatang melalui Surat Izin Masuk (SIM).
"Tetapi sekarang dengan new normal life ini kita berlakukan yang namanya SIM, surat izin masuk. Jadi keluar kita nggak perketat. Tapi masuknya kita perketat karena daerah tetangga kita sudah terpapar banyak dan harus memperlihatkan hasil rapid dan swab," ujarnya.
"Mengakses surat izin masuk secara online. Kita punya aplikasi berbasis NIK. Jadi kalau mereka mau meminta rapid atau swab dari daerah asalnya itu harus masukkan nomor KTP. Begitu masuk perbatasan kita, aplikasi kita ketik KTP-nya keluar. Dia asli/tidak/sudah expired. Itu yang kita lakukan sekarang." sambungnya.