Triliunan rupiah sudah dialokasikan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi menanggulangi COVID-19. Ada arahan tegas Jokowi agar tak ada yang memangkas dana Corona.
Total Rp 677,2 triliun dialokasikan guna percepatan penanganan virus Corona. Jokowi mengingatkan tata kelola keuangan harus dijaga dari potensi praktik korupsi.
"Saya ingin tegaskan bahwa pemerintah tidak main-main dalam hal akuntabilitas. Pencegahan harus diutamakan. Tata kelola yang baik harus didahulukan. Tapi kalau ada yang masih bandel, kalau ada niat untuk korupsi, ada mens rea, maka silakan Bapak/Ibu, digigit dengan keras. Uang negara harus diselamatkan," ujar Jokowi yang disiarkan saluran YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disampaikan Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2020. Jokowi mempersilakan aparat penegak hukum untuk menindak bagi mereka yang korupsi dana penanganan COVID-19. Namun Jokowi menegaskan jangan sampai salah sasaran.
Rakernas secara virtual ini turut dihadiri Ketua KPK Firli Bahuri, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta Kapolri Jenderal Idham Azis. Jokowi berpesan kepada penegak hukum untuk menjaga uang negara supaya tidak dikorupsi.
"Tugas Bapak/Ibu dan Saudara-saudara, para penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, KPK, penyidik PNS adalah menegakkan hukum. Tetapi juga saya ingatkan jangan menggigit orang yang tidak salah, jangan menggigit yang tidak ada mens rea. Juga jangan menyebarkan ketakutan kepada para pelaksana dalam menjalankan tugasnya," kata Jokowi.
Kepada peserta rakernas, Jokowi tidak ingin terjadinya masalah tata kelola dana penanganan COVID-19. Jokowi berpesan dibuatnya sistem peringatan dini.
"Aspek pencegahan harus lebih dikedepankan. Kita semuanya harus lebih proaktif. Jangan menunggu terjadinya masalah. Jangan menunggu sampai terjadinya masalah. Kalau ada potensi masalah segera ingatkan. Jangan sampai pejabat dan aparat pemerintah dibiarkan terperosok. Bangun sistem peringatan dini, early warning system. Perkuat tata kelola yang baik, yang transparan, yang akuntabel," ujar Jokowi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 677,2 triliun hingga akhir 2020. Besaran angka itu juga sudah disetujui Jokowi dalam sidang kabinet paripurna.
Dengan disetujui anggaran tersebut, Sri Mulyani bilang pemerintah akan merevisi Perpres Nomor 54 Tahun 2020 yang sudah diterbitkan dan dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Karena dalam Perpres awal lebih fokus pada krisis bidang kesehatan dan bansos kepada masyarakat serta bagian ketiga mengenai ekonomi dan keuangan serta pemulihannya akan tertuang dalam revisi perpres ini," kata Sri Mulyani dalam video conference, Jakarta, Rabu (3/6).
Anggaran PEN kali ini juga lebih besar dibandingkan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020, yaitu sekitar Rp 641,17 triliun. Dalam program PEN, Sri Mulyani mengatakan ada empat modalitas berbentuk belanja dalam menanggulangi dampak COVID-19 terhadap ekonomi.
Ketua KPK Firli Bahuri pernah berbicara soal pengawasan pengadaan barang dan jasa dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Firli Bahuri menegaskan tidak boleh ada korupsi dalam pengadaan barang dan jasa tersebut.
Dia membeberkan, dalam mengawasi pengadaan barang dan jasa, KPK telah berkoordinasi dengan sejumlah lembaga, seperti LKPP dan BPKP. Selain itu, KPK mengikuti kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
"Pengadaan barang dan jasa kita awasi, alat kesehatan, bantuan insentif untuk dokter dan tenaga medis, dan pengadaan lainnya. Kita fokus terhadap bantuan sosial. Ketiga adalah (kita mengawasi) donasi, karena ada pihak ketiga," kata Firli dalam rapat dengan tim pengawas penanganan virus Corona bentukan DPR RI yang digelar secara virtual, Rabu (20/5).