Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu menegur manajemen Rumah Sakit M Yunus (RSMY) Bengkulu terkait penagihan uang Rp 6,7 juta kepada pasien reaktif Corona. Dinkes Bengkulu menyatakan masalah tersebut bermula dari miskomunikasi dan saat ini sudah selesai.
Kadinkes Bengkulu, Herwan Antoni, mengatakan pihak RSMY telah memberi klarifikasi bahwa masalah tersebut terjadi akibat kelalaian pihak administrasi RS yang tidak menanyakan data pasien dengan rinci. Akibatnya pasien dibebankan biaya perawatan terkait COVID-19.
"Masalah itu sudah selesai kita sudah meminta klarifikasi ke pihak rumah sakit, itu diakibatkan adanya miskomunikasi," ujar Herwan, Senin (15/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Herwan mengatakan pihak RS telah mengakui kesalahan tersebut. Dan Dinkes selaku pembina RS akan terus mengawasi serta membina agar tidak terjadi kesalahan kembali sehingga kepercayaan masyarakat terhadap RS akan pulih.
"Kita sudah meminta pada pihak RS untuk tidak terjadi lagi miskomunikasi pada kasus sebelumnya, kita minta staf atau karyawan rumah sakit agar lebih selektif dalam melayani para pasien," papar Herwan.
Herwan mengaku telah memanggil manajemen RSMY agar bisa mengontrol staf dan karyawan rumah sakit agar bisa bekerja lebih profesional dan lebih teliti agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
"Hari ini kita bersama pihak rumah sakit juga telah menyampaikan masalah miskomunikasi tersebut ke komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, " tutup Herwan.
Diketahui, keluarga pasien reaktif Corona di Bengkulu mengaku kaget dimintai bayaran senilai Rp 6,7 juta oleh RSMY. Pasien diisolasi selama lima hari di ruang Fatmawati rumah sakit itu.
Pasien inisial SH (60), warga Kelurahan Rawa Makmur, Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu 5, dirujuk ke Rumah Sakit M Yunus, Bengkulu, karena hasil rapid test reaktif. Setelah diizinkan pulang, pihak keluarga terkejut karena ditagih biaya Rp 6,7 juta lebih.
Pihak keluarga pasien bingung karena orang tuanya diisolasi bersama pasien yang diduga terpapar COVID-19. Setelah mencari pinjaman dan menunjukkan surat keterangan miskin, Efran mengatakan hanya diminta bayar Rp 4 juta lebih. Namun akhirnya uang tersebut telah dikembalikan.