Selanjutnya, Nadiem mengatakan apabila ada pesserta didik yang sedang sakit sebaiknya tidak diizinkan untuk datang ke sekolah. Dia juga melarang para pengajar dan orang tua yang memiliki risiko penyakit komorbid untuk mengikuti pembelajaran tatap muka.
"Kalau ada peserta didik yang mungkin punya kondisi medis atau lagi sakit itu tidak diperkenankan untuk masuk bahkan kalau keluarganya ada yang sakit atau flu, anak itu tidak diperkenankan masuk. Dan guru dan orang tua yang punya resiko komorbiditas juga sebaiknya tidak masuk dulu ke sekolah, apakah itu diabetes atau hipertensi dan lain-lain," tutur Nadiem.
![]() |
Tak hanya itu, Nadiem juga menyoroti terkait pengaturan tempat duduk di dalam sekolah. Menurutnya, harus ada shifting yang dilakukan agar tidak terjadi kerumunan di dalam kelas.
Dia meminta jumlah siswa maksimal 18 orang di kelas. Kemudian, ia ingin maksimal 5 siswa per kelas untuk jenjang PAUD dan SLB.
"Yang tadinya peserta didik rata-rata itu 28-30 per anak kelas. Untuk 2 bulan pertama maksimal 18 peserta didik per kelas, ini untuk pendidikan dasar dan menengah ya. Jadinya sekitar kapasitasnya setengah atau 50 persen daripada kapasitas normal. Jadi secara otomatis sekolah ini yang melalui masa transisi ini harus melakukan proses shifting ya, harus ada shifting. Dan kami memberikan kebebasan bagi unit pendidikan untuk menentukan seperti apa mau shiftingnya," jelas Nadiem.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan jadwal tahun ajaran 2020/2021 tidak akan berubah. Masa pembelajaran akan mulai pada Juli mendatang.
"Seperti yang telah saya informasikan sebelumnya tahun ajaran 2020 dan 2021 itu tidak berubah jadwalnya tetap saja pada bulan Juli 2021. Tapi jadwal itu tidak berdampak kepada metode apa, pembelajaran yang ada maupun daring atau tatap muka jadi kami tidak mengubah kalender pembelajaran," kata Nadiem dalam konferensi pers yang disiarkan di akun YouTube Kemendikbud, Senin (15/6).
(idn/idn)