"Satu, dihentikan, dua, dilakukan pembongkaran, selambat-lambatnya sampai akhir Juni harus sudah rata," ujar Gembong di gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Gembong menjelaskan permintaan pembongkaran itu dilakukan karena RTH digunakan sebagai lahan komersial. Menurutnya, hal tersebut menyalahi aturan.
"Kalau untuk fungsi pemerintahan, masih okelah. Tapi ini kan untuk komersial. Yang komersial ini kan hanya menguntungkan orang per orang," ucapnya.
Menurut Gembong, RTH milik PT Jakpro itu dijadikan oleh pihak ketiga sebagai tempat kuliner. RTH itu memiliki luas 2,4 hektare.
"Ini kan informasinya ada lahan di pihak ketiga, dikerjasamakan, perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga, itu untuk kurun waktu 20 tahun, yang melakukan pembangunan pihak ketiga, bukan Jakpro. Pemanfaatan untuk komersial, sementara area itu adalah area untuk hijau. Tadi saya katakan saat ini Pemprov sedang kekurangan ruang terbuka hijau, kok yang sudah peruntukannya hijau diubah peruntukannya untuk komersial lagi," katanya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan akan mengecek terkait ruang terbuka hijau (RTH) era Ahok yang diubah menjadi pusat kuliner di kawasan Pluit. Dia akan mengecek aturan izin tersebut.
"Nanti saya cek aturannya," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (6/2).
Anies menyatakan akan mengecek secara detail kerugian yang bisa diakibatkan adanya alih fungsi tersebut.
"Saya cek detailnya saja," kata Anies.
(rfs/rfs)