Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Dinilai Menghemat Energi-Dana Negara

Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Dinilai Menghemat Energi-Dana Negara

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Jumat, 12 Jun 2020 09:05 WIB
Titi Anggraini
Titi Anggraini (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai pemisahan pemilu nasional dan daerah akan menjadi solusi bagi kompleksitas pemilu. Selain itu, Perludem memprediksi penyederhanaan jadwal pemilu itu bisa menghemat tenaga hingga anggaran jika pemisahan ini dilakukan.

"Pengaturan variabel waktu penyelenggaraan pemilu yang lebih sederhana berupa pemilu nasional dan pemilu daerah menjadi solusi penting bagi kompleksitas pemilu kita. Pertama, penyederhanaan jadwal pemilu menjadi dua jenis pemilu dalam siklus lima tahunan menjadikan penyelenggaraan pemilu mudah diprediksi dan menghemat energi politik bangsa," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini saat dihubungi, Kamis (11/6/2020).

"Kedua, penyederhanaan jadwal pemilu dapat mencerdaskan pemilih, mengurangi beban penyelenggara, menghemat dana negara, menyolidkan partai politik, menghemat dana politik, serta memfokuskan kerja pejabat politik," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Titi menilai wacana yang diusulkan DPR itu sebagai langkah strategis dalam proses demokrasi. Sebab, pemisahan pemilu itu dinilai bisa mengatasi persoalan yang sering dihadapi pada pemilu sebelumnya.

"Pada titik inilah penyederhanaan jadwal pemilu menjadi pemilu nasional (untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden) dan pemilu daerah (untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta gubernur dan wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati/wali kota dan wakil wali kota) merupakan langkah strategis. Sebab, jadwal pemilu dalam siklus lima tahunan tersebut dapat mengatasi berbagai masalah pemilu, baik dari sisi proses pemilu (pelaksanaan tahapan) maupun hasil pemilu (pemerintahan yang terbentuk)," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Jika berkaca pada Pemilu 2019, Titi menilai pemilih lebih terfokus pada pemilihan presiden. Serta banyaknya surat suara menjadi beban tersendiri bagi pemilih.

"Memang kalau eksekutif bergabung dengan legislatif, pasti eksekutif lebih diutamakan. Namun tetap ada distribusi beban dan konsentrasi pemilih yang lebih proporsional dibanding kalau pemilu lima kotak seperti pemilu 2019 lalu," tutur Titi.

Simak video 'PDIP dan Golkar Mau Pemilu 2024 Tertutup, PKS-PKB-PD-NasDem Terbuka':

Meski demikian, Titi juga mengkritik wacana pemisahan itu jika akan dilakukan pada 2029. Titi meminta agar penyederhanaan waktu pemilu itu dilaksanakan pada 2024.

"Kritiknya pada pemilu nasional dan daerah ini, DPR dalam drafnya menyebut pemilu nasional baru akan dilaksanakan pada 2029. Sedang 2024 masih pemilu lima kotak seperti Pemilu 2019 dengan sistem pemilu baru, yaitu proporsional tertutup," kata dia.

Menurut Titi, usulan akan dilakukan sistem pemilu proporsional tertutup pada 2024, di mana pemilih hanya akan disodorkan logo partai tidak akan menjamin bebas dari permasalahan. Sehingga tidak ada alasan agar 2024 dilaksanakan pemisahan pemilu.

"Kami menganggap tidak ada alasan menunda pemilu nasional. Sebab, meskipun pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional tertutup, namun tidak menjamin pemilu lima kotak tidak akan mengurangi berbagai problematika yang terjadi di Pemilu 2019 lalu," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, DPR berencana merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Salah satu wacana baru yang muncul dalam rencana RUU ini adalah soal pelaksanaan pemilihan umum yang dibagi menjadi Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah.

"Sebetulnya juga ada 9 isu yang berkembang dalam pembahasan di Komisi II itu selain 5 isu klasik," ungkap Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia kepada detikcom, Kamis (11/6).

Kelima isu klasik yang dimaksud adalah soal sistem pemilu, parliamentary threshold (PT) atau ambang batas pemilu, serta presidential threshold atau ambang batas capres. Kemudian soal district magnitude (besaran daerah pemilihan) dan konversi suara ke kursi parlemen.

"Ada 4 lagi sebetulnya. Yang pertama adalah soal pembagian keserentakan, Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Itu kan suatu yang baru. Kan selama ini ada 2 rezim, satu rezim pemilu, satu rezim pilkada," jelas Doli.

"Tentang keserentakan ini ada 2 opsi. Pertama pemilu nasionalnya seperti sekarang serentak (pilpres dan pileg DPR RI-DPD-DPRD), pemilu daerahnya seperti sekarang keserentakannya antara pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Opsi kedua adalah Pemilu Nasional terdiri dari Pilpres, DPR RI, DPD RI. Pemilu daerahnya pemilihan gubernur, bupati/wali kota dan DPRD provinsi, kabupaten/kota," jelas Doli.

Halaman 2 dari 2
(lir/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads