Survei dilakukan melalui wawancara via sambungan telepon. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar Β±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei digelar pada 16-18 Mei 2020 terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020.
Survei ini menggunakan pertanyaan 'Jika pemilihan presiden diadakan sekarang, siapa yang akan Ibu/Bapak pilih sebagai presiden di antara nama-nama berikut ini?'. Hasilnya, nama Menhan Prabowo Subianto ada di posisi teratas dengan 14,1% suara. Namun, angka ini turun dari periode survei sebelumnya pada Februari.
Sejumlah nama lain yang masuk dalam survei adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK). Dua nama elektabilitasnya mengalami kenaikan. Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan beberapa tokoh lain justru mengalami penurunan elektabilitas dibanding yang mereka peroleh di Februari 2020.
"Jika Pilpres diadakan sekarang, belum ada tokoh yang dominan. Dibandingkan survei Februari 2020 yang menempatkan Prabowo paling atas dan dengan selisih signifikan, kini dukungan relatif berimbang," tulis Indikator.
"Dukungan pada Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil kini cenderung meningkat dibandingkan temuan Februari lalu," imbuh Indikator.
Berikut ini hasil survei pemilihan Presiden dari Indikator per Mei 2020:
1. Prabowo Subianto 14,1% (Februari 22,2%)
2. Ganjar Pranowo 11,8% (Februari 9,1%)
3. Anies Baswedan 10,4% (Februari 12,1%)
4. Ridwan Kamil 7,7% (Februari 3,8%)
5. Sandiaga Salahuddin Uno 6,0% (Februari 9,5%)
6. Agus Harimurti Yudhoyono 4,8% (Februari 6,5%)
7. Khofifah Indar Parawansa 4,3% (Februari 5,7%)
8. M Mahfud Md 3,3% (Februari 3,8%)
9. Gatot Nurmantyo 1,7% (Februari 2,2%)
10. Erick Thohir 1,6% (Februari 1,9%)
11. Puan Maharani 0,8% (Februari 1,4%)
12. Tito Karnavian 0,6% (Februari (0,8%)
13. Budi Gunawan 0,4% (Februari 0,4%)
14. Muhaimin Iskandar 0,0% (Februari 0,3%)
Tidak tahu/tidak jawab 32,3% (Februari 20,3%)
Menanggapi hasil survei ini, Ganjar mengaku tidak mau GR (gede rumangsa) karena hanya petugas partai.
"Saya itu kader partai, kalau kami di PDIP ada mekanismenya, pasti akan dibicarakan di level organisasi, tingkat partai, dan ketum yang memutuskan. Kalau saya pribadi sadar, sejak awal selalu seperti itu, maka orang yang berpartai kayak saya ini harus tahu diri, ada mekanismenya sendiri kalau orang Jawa bilang empat-empatan, tahu tempat," kata Ganjar saat dihubungi detikcom, Senin (8/6/2020).
Ganjar lalu bercerita mulanya hanya mendapat perintah dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk maju di Pilgub Jateng yang kemudian dipilih masyarakat. Dia menyebut sebagai kader partai dia sadar diri dan tidak boleh GR.
"Tugas saya ditugasi partai maju gubernur, tapi dapat mandat rakyat karena ada pemilihan kan tugas saya di situ, dan saya bukan pengurus partai maka tugas saya sebagai anggota, apa sih misi partai kita laksanakan, keputusan strategisnya di partai," ucapnya.
"Kalau di PDIP nggak boleh gampang ke-GR-an. Jangan GR kemudian caper, biasa saja, nggak usah caperan, GR-an, nggak usah saya-saya, belum tentu kamu juga kok. Dan itu pernah kejadian dan sering kejadian, Pilwalkot, Pilgub saya-saya ternyata nggak (dipilih), yang lain," sambung Ganjar.
Ganjar juga mengaku belum memikirkan Pilpres karena fokus menangani pandemi virus Corona (COVID-19) ini.
"Tahu porsi dan aturan organisasi saya kira baik, ngapain mikirin pilpres masih lama, pandemi masih seperti ini, masih ada beberapa kota fluktuatif ini kami masih jagain ini, belum eksesnya, misalnya sosial ekonominya. Orang bicara norma dan normal barunya seperti apa," terang Ganjar.
Sementara itu, menanggapi hasil survei tersebut, Ridwan Kamil menegaskan dirinya bekerja tidak untuk mencari pujian. "Bekerja itu jangan cari pujian niatnya, bekerja jangan berharap ada apresiasi. Yang penting kita bekerja karena kebutuhan, itulah Gugus Tugas Jabar, bekerja dengan ilmu," ujar Kang Emil-sapaannya-, Senin (8/6/2020).
Kang Emil mengatakan, gugus tugas berkonsultasi dengan para pakar di bidangnya sebelum mengambil keputusan krusial, terkait penanganan COVID-19. "Kita tanya ke ilmu ekonomi dan kesehatan dalam menghitung zona biru, zona kuning. Ada 9 indeks, mungkin itu yang paling ketat," ujarnya.
"Kalau hasilnya menggembirakan berarti hasil tidak membohongi proses. Kalau apresiasi dihubungkan ke politik, seperti tadi elektabiltas, saya tidak bisa menghindari, tapi mudah-mudahan itu adalah hal yang faktual. Jadi bagi saya, elektabilitas naik-turun bukan tujuan, karena konsentrasi kita fokus menyelamatkan 50 juta orang, lain-lain itu sekunder," ucap Kang Emil melanjutkan.