Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan pembatasan ganjil-genap untuk sepeda motor di era PSBB masa transisi ini. TransJakarta diminta menambah armada bus dan memperluas halte supaya para penumpang tidak berdesak-desakan.
"Bus tentu harus ditambah, karena posisinya sekarang harus jaga jarak," kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Agus Pambagio, kepada detikcom, Minggu (7/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan kajian transportasi umum, angkutan umum yang ideal di suatu kota adalah transportasi yang mampu mengantarkan warga berpindah ke lokasi mana pun dengan maksimum tiga kali ganti transportasi dan berjalan kaki maksimal 500 meter. Dia melihat Jakarta sudah menuju kondisi itu tapi perilaku masyarakat perlu didisiplinkan di kondisi pandemi COVID-19 ini.
"Harus memadai dan harus diusahakan memadai," kata Agus.
![]() |
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menakar berbagai jenis transportasi umum, yakni bus TransJakarta, KRL, LRT, hingga bus-bus umum. Hanya TransJakarta yang masih perlu ditingkatkan armada dan haltenya.
"TransJakarta masih banyak ruang untuk ditambah," kata Djoko kepada detikcom, Minggu (7/6).
![]() |
Dia melihat headway (antara bagian depan suatu kendaraan dan bagian depan kendaraan berikutnya pada suatu waktu) di bus-bus TransJakarta masih bisa diisi. Bila bus itu ditambah, penumpang yang berasal dari pemotor yang kena ganjil-genap bisa ditampung, sehingga warga tak perlu berdesak-desakan di dalam bus TransJakarta.
"Kapasitas halte bisa diperluas lagi, karena di masa pandemi ini orang tidak boleh terlalu berdekatan saat mengantre," kata Djoko.
Lain halnya dengan KRL. Dia melihat KRL dari arah Bogor sudah tidak bisa ditambah lagi armadanya karena headway sudah mepet.
"KRL itu sudah mentok headway-nya, yakni 3 sampai 5 menit, rangkaiannya sudah 12 gerbong, akan berbahaya bila ditambah. Kecuali untuk arah Cikarang, masih mungkin," tilik Djoko.
LRT masih bisa ditambah, tapi pembangunannya sudah terjadwal sehingga tidak bisa serta-merta dikebut dalam waktu dekat. Untuk bus-bus dan angkot, dia menilai kapasitas muatannya terlalu sedikit sehingga berisiko untuk tidak menerapkan jaga jarak.
"Di masa pandemi ini, panglima kita adalah kesehatan. Ada tiga prinsip protokol kesehatan, yakni jaga jarak, cuci tangan dengan sabun, dan mengenakan masker. Jaga jarak menyebabkan kapasitas angkutan umum kita tidak boleh seperti dulu lagi, maksimal 70% kapasitas saja sudah bagus," kata Djoko.
![]() |
Selain itu, supaya warga tidak berdesak-desakan di transportasi umum, perusahaan juga perlu mengatur waktu pola kerja karyawannya.
"Transportasi adalah kebutuhan turunan atau 'derived demand'. Maka demand utamanya yang berupa aktivitas kerja harus diatur," kata dia.