Gubernur Sulawesi Selatan HM Nurdin Abdullah meminta Universitas Hasanuddin berkolaborasi untuk membantu pemerintah Sulsel dalam menekan pandemi COVID-19. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas diharapkannya dapat mensupport tim gugus pengendalian COVID-19 untuk memberikan kajian dan mengukur setiap intervensi yang telah diberikan selama ini.
"Prinsipnya adalah bagaimana setiap proses terukur, outputnya terukur dan dampak realnya di masyarakat dapat memberikan ketenangan dalam situasi krisis pandemik ini," kata Nurdin dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/6/2020).
Hal itu ia ungkapkan saat melakukan kunjungan ke FKM Universitas Hasanuddin Makassar dan bertemu dengan Rektor Unhas Prof Dwia dan juga Dekan FKM Unhas Dr Aminuddin Syam, serta Guru Besar Dr Ridwan Amiruddin, pada Jumat (5/6/2020)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia bila proses dilakukan dengan benar, hasilnya juga akan menunjukkan hal yang benar pula. Sehingga, tiada hasil yang mencederai proses. Setiap orang ataupun unsur mengambil peran terbaiknya dan bertanggung jawab.
"Di mana dalam proses tersebut akan bermuara pada hasil terbaik," imbuhnya.
Sementara itu, Ridwan Amiruddin yang juga merupakan ahli epidemiologi menjelaskan pertumbuhan kasus COVID-19 sejak 19 Maret 2020 dengan pertumbuhan kasus dalam R0 sebesar 3.8. Selain itu, dengan berbagai intervensi yang telah dipaparkan oleh pemerintah Sulsel sekarang di awal Juni angka reproduksi efektif (Rt) kasus COVID-19 sudah di kisaran 1.1-1.9.
"Hal ini menggambarkan bahwa tekanan intervensi menekan kurva kelihatannya Sulsel berada dalam on the track intervention. Pada saat suatu penyakit belum tersedia vaksin maupun obatnya, maka intervensi non-pharmacy adalah hal terbaik yang direkomendasikan," terangnya.
Ia menyebutkan bahwa secara sekilas Pemprov Sulsel telah menerapkan intervensi yang beragam mulai dari kampanye penggunaan masker, PSBB kota Makassar 2 periode, Program Isolasi terpusat (wisata COVID-19), PSBB Gowa, rapid test massal, contact tracing, penambahan tiga laboratorium untuk testing massive.
Semua ini adalah bentuk intervensi yang sangat strategis dalam menekan kurva pandemik COVID-19. Mencermati success story intervensi public health dari berbagai negara yang direkomendasikan pada saat nilai reproduksi masih di atas satu, maka pilihannya adalah pelarangan kegiatan massal, pembatasan transportasi, pengecekan suhu tubuh, dan contact tracing.
Ia mengatakan bahwa edukasi kesehatan dan melaksanakan aggressive testing merupakan program yang sangat direkomendasikan. Ia juga menekankan perlu dipahami bahwa Sulsel menduduki kelompok lima besar kasus COVID-19 terkonfirmasi secara nasional itu mengindikasikan bahwa pemerintah provinsi telah secara aktif melaksanakan contact tracing dan aggressive testing.
"Intensitas yang tinggi pada aktivitas ini memang akan meningkatkan kasus COVID-19 terkonfirmasi. Dalam upaya pemutusan mata rantai penularan, inilah alternative yang paling efektif dan efisien. Dengan penemuan kasus yang besar kemudian diisolasi terpusat, itu berdampak nyata dalam pemutusan mata rantai penularan di daerah," jelasnya.
Terdapat nilai keuntungan program intervensi public health dalam menurunkan angka reproduksi kasus COVID-19. Besarannya, program pengendalian penularan dengan disinfektan itu memberikan benefit sekitar 4 persen, kemudian program contact tracing sebesar 25 persen, cuci tangan dan edukasi public berkontribusi sebesar 25 persen dan yang paling besar benefitnya adalah aggressive testing sekitar 41 persen. Jadi ini jelas pilihan intervensi yang sangat murah dan berdaya tekan tinggi terhadap kurva pandemic.
Terkait program intervensi di Sulsel, ia menyarankan perlu melakukan konsolidasi kekuatan kembali. Menata resources atau sumber dayanya, sehingga intervensinya lebih terarah ke program yag berdaya tekan tinggi.
"Juga perlu penguatan komitmen pada budget allocation untuk program prioritas tersebut," pungkasnya,
(mul/mpr)