Mahfud menjelaskan, kemudian muncul pemikiran untuk melakukan kehidupan normal yang baru. Dia mengatakan kehidupan baru atau new normal menjadi wacana yang berkembang meski dirinya mengakui akan ada kontroversi.
"Nah di dalam keadaan itulah kita lalu mulai berpikir bagaimana kita hidup normal dengan fakta-fakta itu. Karena apa? Nggak mungkin kita orang mau jualan nggak bisa, orang mau membeli nggak bisa, ini nggak bisa gitu. Nah, inilah wacana yang berkembang ada yang setuju. Mari kalau soal setuju-nggak setuju itu antardokter saja beda-beda. Ada dokter IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang mengatakan jangan sekali-sekali diadakan pelonggaran itu bahaya, itu pembunuhan massal," jelasnya
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi Wakil Ketua IDI ketika di Jogja mengatakan ngapain takut-takut katanya, itu anggap saja biasa gaungan itu malah membunuh orang banyak. Jadi dokter beda-beda, ulama juga beda-beda. Nggak boleh mudik kata ulama satu, kenapa masjid ditutup. Kata yang satu harus ditutup, beda-beda, sosiologinya juga beda-beda," lanjut Mahfud.
Mahfud menyampaikan, pemerintah melakukan diskusi untuk mengambil keputusan yang terbaik. Dia menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan apa pun terkait wacana new normal.
"Dan kita harus mengambil keputusan yang terbaik bagaimana yang terbaik, mari kita diskusi. Belum ada keputusan apa pun terkait itu semua, masih dalam wacana dan kontroversi masih ada. Tetapi kita harus terbiasa menghadapi itu seperti yang saya katakan tadi bawa Corona is like your wife, you can try to control, then you realize that you can learn to life with it," tandasnya.
(lir/lir)