Sahabat hikmah detikcom, esok hari Bulan suci ramadhan akan meninggalkan seluruh Umat Islam. Waktu berjalan begitu cepat dan kita semua akan betul-betul memasuki fase kehidupan baru paska 30 hari menahan hawa nafsu, menjauhi setiap larangan-NYA dan mengamalkan segala perintah Alah Azza Wajalla.
Pada tulisan sebelumnya, penulis mengulas tentang takwa sebagai tujuan akhir dari ibadah puasa. Takwa yang tidak hanya berdimensi individual spiritual, tapi juga bersifat sosial. Membumikan nilai takwa ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik sebagai umat Islam dan juga warga negara Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kali ini penulis mencoba mengajak kepara para pembaca Sahabat Hikmah detikcom agar benar-benar mengilhami salah satu tujuan dari perintah puasa. Bulan yang agung, bulan penuh rahmat yang setiap amal sholeh dilipatgandakan oleh Allah. Bahkan Lailatul qodr sebagai malam seribu bulan juga dianugerahkan kepada setiap umat Islam yang senantiasa istikamah mendekati Allah Azza wajalla (taqorrub ilallah).
Disiplin Saat Berpuasa
Disiplin adalah salah satu proses yang bisa dipetik dari menjalani ibadah puasa. Umat Islam yang beriman, saat berpuasa dibiasakan untuk melakukan manajemen waktu sesuai ketentuan. Kapan harus menjalani ibadah sahur, larangan makan setelah imsyak dan masuk waktu shubuh dan berbuka puasa saat adzan maghrib berkumandang.
Umat Islam dengan penuh syukur menikmati menu berbuka dengan mengkonsumsi menu makanan seperti kurma, makanan manis dan lauk pauk lainnya. Kegembiraan yang terus dilatih bagi setiap umat Islam yang telah berhasil menjalani perintah Tuhannya.
Lebih mendasar lagi, nilai kedisplinan bersenyawa dalam setiap hati, perasaan dan akal sebagai seorang muslim beriman. Mengapa demikian, Karena ibadah puasa adalah ibadah sirriyah, ibadah yang tersembunyi. Ibadah yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Tidak seorangpun bisa menerka apakah kita benar-benar komitmen dengan segala ketentuan yang diwajibkan kepada orang berpuasa.
Setiap orang berpuasa sesungguhnya relasinya sangat individu, ia langsung berinteraksi hanya dengan Allah azza wajalla. Hanya Allahlah yang mengetahui segala perilaku kita saat menjalani ibadaha ramadhan. Artinya, jika kita korelasikan keterkaitan dengan puasa, kedisiplinan sebagai hadiah ramadhan sangatlah tepat.
Misalkan saja, dalam menjalani ibadah puasa, selain diatur jelas tentang waktu sahur dan berbukanya, ada ketentuan-ketentuan lain yang jelas diilustrasikan oleh Allah. Bagaimana orang sakit di bulan puasa, bagaimana perlakuan ibu yang menyusui dan hamil muda, atau bagaimana para orang lanjut usia (Lansia) bersikap saat tidak mampu menjalankan puasa sudah sangat jelas diatur dalam perangkat fikih umat Islam.
Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 184: "Maka, barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Disiplin dan Kehidupan Sosial
Banyak hal yang dapat kita petik dari nilai-nilai kedisiplinan dalam menjalani ibadah puasa. Tentu yang penulis maksudkan nilai kedisiplinan sebagai hadiah berpuasa sifatnya sangatlah luas. Kedisipilinan yang sarat muatan sosial kemasyarakatan. Bahkan tidak berlebihan jika nilai kedisiplinan sorang mu'min terkait erat dengan perilakunya dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, sebagai umat Islam dan sebagai warga negara.
Kita bisa bayangkan jika seorang mu'min berpuasa, bagaimana mereka menjalani setiap ketentuan dan perintah Allah dengan penuh keikhlasan. Nilai kedisiplinan itu kemudian menjadi habitus (kebiasaan) baik dalam menjalankan pekerjaan duniawinya maupun ukhrowinya.
Misalnya saja dalam masa menghadapi pandemik virus corona baru (Covid-19) seperti saat ini. Mulai dari kebijakan pemerintah, kebijakan protokoler kesehatan yang ditentukan oleh World Health Organization (WHO) bahkan bagaimana solusi menekan penyebaran virus, muaranya hanyalah pada kedisiplinan.
Penulis meyakini menjemput perilaku disiplin sebagai hadiah dari setiap umat Islam yang berpuasa, menjadi sangat bernilai ibadah apabila diterapkan dalam berbagai sendi kehidupan. Spektrum kedisiplinan yang diajarkan saat berpuasa harus kemudian diterapkan dalam menjalan kehidupan sehari-harinya.
Bisa dibayangkan jika pemerintah senantiasa menerapkan nilai kedisiplinan dalam aktivitas pemerintahan. Penulis meyakini dengan pemerintahan yang disiplin tidak akan ada kebijakan yang membingungkan masyarakat. Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota hingga Kepala desa senantiasa bekerja dengan memegang teguh aturan yang sudah ditentukan. Melakukan kajian serius sebelum membuat kebijakan, merapikan data penerima Bansos dan kebijakan yang lakukan tidak akan jauh dari kepentingan masyarakat. Disiplin memegang teguh konstitusi Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Tak hanya pemerintah, manfaat luas akan didapatkan apabila masyarakat menerapkan disiplin puasa dalam menjalani kehidupan sebagai warga negara. Anjuran physical distancing dan anjuran-anjuran lainnya dijalankan dengan sedemikian sungguh-sungguh. Kita tidak akan dihadapkan pada situasi jalanan di Jakarta yang mulai macet, masyarakat akan tertib menghindari kerumunan. Termasuk anjuran menggunakan masker, membiasakan pola hidup bersih. Tentu masih banyak spektrum penerapan nilai displin yang terkait erat dengan kebaikan sebagai seorang muslim dan warga negara.
Dengan senantiasa komitmen menjemput hadiah Ramadhan berupa kebiasaan disiplin, bukan tidak mungkin peradaban bangsa kita akan semakin berkemajuan. Pemimpinnya disiplin dalam menjalani mandat dan amanah rakyat, masyarakatnya disiplin menjalankan tugas-tugas kewarganegaraanya.
Pada ujungnya spektrum penerapan dari nilai kedisiplinan dalam ibadah puasa ini benar-benar memberikan manfaat, hikmah dan cara hidup yang mencerahkan umat manusia lainya. Wallahu'alam bisshowab.
Sunanto
Penulis adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah
*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab pengirim. -Terimakasih-
(erd/erd)