Kementerian Agama memutuskan Idul Fitri 1441 H dalam sidang isbat yang berlangsung pada Jumat (22/5/2020). Dalam sidang tersebut sempat disebut istilah istikmal sebelum pemerintah memutuskan 1 Syawal 1441 H.
"Karena (ketinggian hilal) negatif sementara sesuai falakiyat umur bulan biasanya 29 atau 30 hari, maka yang paling menentukan adalah hari ke-29 atau hari ini. Apakah (hilal) terlihat atau tidak, apakah (puasa selesai) hari ini atau besok dengan istikmal," kata pakar astronomi dari Tim Falakiyah Kementerian Agama Cecep Nurwendaya.
Prinsip istikmal inilah yang kemudian ikut menentukan pelaksanaan Idul Fitri 1441 H. Hilal dilaporkan tidak terlihat dari 80 lokasi pengamatan, serta masih di bawah ufuk berdasarkan metode hisab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apakah yang dimaksud istikmal dalam sidang isbat?
Dengan istikmal dan pertimbangan dari para ahli, hasilnya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H jatuh pada Minggu 24 Mei 2020. Keputusan ini berlaku untuk umat Islam di seluruh Indonesia.
Kata istikmal ternyata ditemukan dalam situs https://kbbi.web.id/ atau Kamus Besar Bahasa Indonesia. Arti Istikmal adalah pembulatan atau menyempurnakan untuk mengistikmalkan, yang berlaku pada jumlah dan sebagainya.
Dalam tulisan berjudul Implementasi Matlak Wilayatul Hukmi Dalam Penentuan Awal Bulan Kamariah (Perspektif Nahdlatul Ulama Dan Muhamadiyah), istikmal terkait dengan metode rukyatul hilal atau pengamatan langsung. Hilal adalah bulan muda yang menandai awal bulan dalam penanggalan Islam.
Tulisan tersebut dibuat Nugroho Eko Atmanto yang dimuat dalam ELFALAKY: Jurnal Ilmu Falak. Istikmal adalah menyempurnakan umur bulan menjadi 30 hari, manakala pada hari ke-29 (malam ke-30) hilal tidak berhasil dirukyat. Metode rukyatul hilal dilakukan tim khusus berdasarkan kurang lebih 23 hadist shahih.
Baca juga: Tata Cara Sholat Idul Fitri di Rumah Sendiri |
Dasar pemikiran seputar istikmal disebutkan dalam hadist yang dinarasikan Ibnu Umar,
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ " إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ ". وَقَالَ غَيْرُهُ عَنِ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي عُقَيْلٌ وَيُونُسُ لِهِلاَلِ رَمَضَانَ
Artinya: Seperti dinarasikan Ibnu Umar: Aku mendengar Rasulullah SAW mengatakan, "Ketika kamu melihat bulan sabit (Ramadhan) mulailah puasa dan jika kamu melihat bulan sabit (Syawal) maka berhentilah puasa. Dan jika kamu tidak melihatnya maka perhitungkanlah sebagai 30 hari." (HR Bukhari).
Hadist tersebut senada dengan potongan ayat tentang perintah puasa Ramadhan, dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 185,
وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ
Arab latin: wa litukmilul-'iddata
Artinya: "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya."
Mencukupkan inilah yang kemudian diartikan menjadi menyempurnakan atau menggenapkan menjadi 30 hari. Selanjutnya muslim bisa dianggap telah memasuki bulan baru dalam penanggalan Islam, salah satunya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H.
(row/erd)