Sorotan Tajam Kepadatan Penumpang di Bandara Soetta saat PSBB, Akan Disanksi?

Sorotan Tajam Kepadatan Penumpang di Bandara Soetta saat PSBB, Akan Disanksi?

Hestiana Dharmastuti - detikNews
Sabtu, 16 Mei 2020 09:42 WIB
Bandara Soetta penuh/Reza
Kondisi Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu yang sempat viral Foto: Reza
Jakarta -

Kepadatan dan saling desak-desakan di Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Banten terus menuai sorotan sejumlah kalangan. Peristiwa itu dikritik karena terjadi saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Peristiwa berawal saat ramai beredar foto kondisi Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) pascapenerbangan dibuka kembali.

Dalam akun Twitter pribadi netizen bernama Risang Dipta Permana, terlihat Bandara Soetta dipenuhi calon penumpang berhimpit-himpitan tanpa adanya pembatas sosial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"@AngkasaPura_2 Suasana Soetta Pagi ini.... Apakah tidak ada protokol social distancing dari AP2? @kemenhub151 @KemenkesRI @gugustugas_wsb," cuit Risang dalam akun twitter pribadinya @risangpermana dikutip detikcom, Kamis (14/5/2020).

Sontak peristiwa itu terus menyedot sorotan sejumlah kalangan mulai dari Gubernur Banten, FKM UI, Ombudsman hingga pengamat.

ADVERTISEMENT

Mayoritas mengecam sebab kerumunan penumpang di Bandara Soetta terjadi di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).

Menanggapi hal itu, Executive General Manager Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Agus Haryadi, menyampaikan permohonan maaf terkait kejadian itu.

"Jadi, pertama yang ingin kami sampaikan, kami selaku pengelola bandara menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini," kata Agus di Terminal 2 Bandara Soetta, Cengkareng, Tangerang, Kamis (14/5/2020).

Bandara Soetta kini menerapkan kebijakan baru guna mencegah peristiwa serupa berulang. PT Angkasa Pura II (Persero) bersama stakeholder di Bandara Internasional Soekarno-Hatta menetapkan kebijakan baru guna terwujudnya physical distancing bagi calon penumpang saat proses keberangkatan rute domestik. Kebijakan baru sudah diterapkan mulai Jumat (15/5/2020) di Terminal 2 dan Terminal3.

Berikut sorotan tajam kepadatan penumpang di Bandara Soetta saat PSBB, akankah disanksi?:

Simak juga video Kontrak Kerja Habis, Penumpang di Bandara Soetta Ini Terpaksa Mudik:


Gubernur Banten

Gubernur Wahidin Halim mengecam dan memberi peringatan ke pihak Angkasa Pura II yang tidak menerapkan protokol kesehatan selama COVID-19.

"Kami mengecam dan menyesalkan apa yang terjadi di Bandara Soekarno Hatta," kata Wahidin dalam keterangan video yang disampaikan ke wartawan, Banten, Jumat (15/5/2020).

Pihak Angkasa Pura II tidak memperhatikan protokol kesehatan. Padahal daerah tersebut melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Padahal di PSBB sudah kita sampaikan bahwa semua kegiatan yang mengumpulkan orang di terminal, pasar, industri tetap memperhatikan protokol kesehatan," ujarnya.

Pengelola Soetta seharusnya jadi contoh penerapan PSBB dan disiplin protokol kesehatan selama pandemi. Apalagi, bandara ini berada di teritorial Banten.

Ia juga menuturkan selama PSBB terjadi penurunan tren warga terpapar Corona. Masyarakat sejak PSBB tahap kedua muncul kesadaran menggunakan masker, menerapkan social distancing.

"Kesadaran tinggi, polisi dan TNI dan pemda bekerja keras dan masyarakat menggunakan masker sudah 90 persen lebih," ujarnya.

Sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Banten, ia menegaskan akan memberikan sanksi jika Angkasa Pura II tidak menerapkan protokol kesehatan. Karena industri sampai pertokoan sudah menerapkan protokol itu selama PSBB.

"Dalam penentuan PSBB sudah termuat sanksi bagi pelanggar. Sekali lagi kalau tidak akan kami proses sesuai dengan ketentuan," ujarnya.

Ombudsman

Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menilai masyarakat yang berkerumun di Bandara Soetta mencerminkan sikap amat memikirkan diri sendiri.

"Seperti orang yang amat memikirkan diri sendiri," ujar Adrianus kepada detikcom, Jumat (15/5/2020).

Adrianus menganggap kerumunan itu sebagai bentuk ketidakadilan kepada masyarakat yang taat kepada peraturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Adrianus menilai orang-orang yang berkerumun di Bandara Soetta telah mengetahui risiko-risikonya.

"Mereka bergerak atas their own risk. Jadi ya silahkan saja," tutur Adrianus.

Adrianus mencontohkan beberapa kasus keegoisan masyarakat di tengah pandemi, salah satunya saat masyarakat berkumpul pada penutupan gerai McDonalds Sarinah beberapa hari yang lalu.

"Memanjakan diri sendiri seperti kasus McD. Merasa suci sendiri seperti kasus mesjid yang umatnya terpapar karena ustadnya positif. Merasa hanya dia yang punya orang tua seperti kasus mereka yang memaksakan diri mudik," sebutnya.

Pengamat Kebijakan Publik

Beredarnya foto kondisi Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) yang padat penumpang di tengah PSBB menunjukkan ada kelalaian dalam pengawasan. Untuk itu, penting bagi pemerintah mengoreksi kembali kebijakannya demi mencegah terjadinya penumpukan penumpang di bandara selama masa pandemi.


"Itu tanggung jawab siapa? Ya semua mulai dari pihak bandara sampai pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan. Sayangnya, kesalahan itu tidak diambil tindakan cuma diperbaiki, tadi malam rapat di gugus tugas sudah jelas bahwa semua harus di atur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi tidak lagi boleh seperti kemarin yang terjadi," ujar Pengamat Kebijakan Publik dan perlindungan Konsumen Agus Pambagio kepada detikcom, Jumat (15/5/2020).

Menurut Agus, hal utama yang perlu ditegakkan secara serius adalah pemeriksaan persyaratan penumpang. Hal ini harusnya bisa dilaksanakan lebih ketat lagi.

"Peraturannya sudah jelas, mulai dari Permen 25/2020 (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020) sampai Surat Edaran Gugus Tugas nomor 4, bahwa yang boleh pergi adalah bukan untuk tujuan mudik. Lalu, untuk yang pergi harusnya diberi banyak persyaratannya salah satunya surat dari atasan, kalau dia PNS minimal dari Eselon II, kemudian kalau nggak, misal karyawan swasta ada atasannya, kalau dia perorangan dia minta surat RTRW dan seterusnya," tutur Agus.

Kemudian, calon penumpang diwajibkan membawa bukti keterangan sehat bebas COVID-19 agar bisa mendapatkan tiket keberangkatannya.

"Bisa swab, bisa cepat (rapid), terserah, pokoknya harus ada itu di mana sudah disebut. Lalu, beli tiketnya pun harus dengan surat keterangan itu, tanpa itu tidak bisa mendapatkan tiket. Itu sudah diatur. Tapi apa yang terjadi airlines masih menjual tiket secara online," kata Agus.

Layanan cek kesehatan di Bandara Soetta juga sebaiknya ditiadakan demi mencegah penumpukan penumpang. Pasalnya, bandara dinilai tidak sesuai dipakai untuk melakukan hal tersebut.

"Bandara didesain sedemikian rupa untuk orang datang ke bandara check in kemudian boarding ke pesawat dan pergi, pulang juga sama jadi tidak ada tempat untuk orang sebegitu banyak dokter mengecek dan sebagainya. Nah, ini pemerintah menyalahi lagi, kenapa buka check in di situ untuk kesehatan kan sudah diatur tidak boleh, orang sampai bandara itu sudah harus bawa tiket, tidak lagi ada pengecekan kesehatan," imbaunya.

Terakhir, pemerintah diminta tegas menginstruksikan pihak pengelola bandara membatasi penerbangan menjadi hanya maksimal tiga penerbangan per jam

"Kemudian, sudah tau ini kan terbatas sehingga perhubungan udara harus mengatur slot, slot nya jangan seperti slot normal, di mana tiap jam bisa 12 penerbangan atau pesawat, tiap jam harus slot nya 1 saja maksimal 3 lah. Karena apa, karena perlu waktu 3 jam untuk ngecek semuanya, jadi kalau kayak kemarin sudah pasti berantakan," katanya.

FKM UI

Tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan menyayangkan terjadinya penumpukan penumpang di Bandara Soetta. Dia mengatakan hal ini bertentangan dengan prinsip pembatasan sosial berskala besar (PSBB).


"Saya prihatin karena kondisi ini akan menyebarkan infeksi COVID-19 ke banyak daerah di Indonesia. Ini bertentangan dengan prinsip PSBB yang berusaha untuk mengurangi pergerakan dan kerumunan orang. Seharusnya penerbangan antarkota jangan diizinkan dahulu sampai epidemi COVID-19 menurun dan PSBB bisa dilonggarkan," kata Iwan, ketika dihubungi, Kamis (14/5/2020).

Iwan juga menyinggung aturan persyaratan bagi orang yang dikecualikan, dia mengambil contoh seperti surat tugas dan surat bebas COVID-19. Dia menilai persyaratan itu sangat longgar.

"Pengecualian yang dibuat juga sangat longgar. Surat tugas/surat keterangan sangat mudah dibuat. Kemudian syarat bebas COVID-19 juga seharusnya hanya berdasarkan test PCR pada laboratorium RS yang ditunjuk," ujarnya.

"Jika cuma pakai rapid test, kita akan banyak kecolongan karena antibodi yang dideteksi di-rapid test baru muncul di hari ke-10 atau ke- 14 pada orang yang terinfeksi. Padahal, pada masa hari ke 1 sampai dengan ke-14 orang tersebut sudah menularkan," sambung Iwan.

Lebih lanjut, Iwan menyebut padatnya penumpang di Bandara Soetta itu dampak dari diizinkannya kembali transportasi. Apalagi, menurutnya, tanpa pengawasan yang tegas.

"Iya (itu dampak) diizinkan transportasi tanpa kontrol yang jelas dan tegas. Terlalu terburu-buru," katanya.

Iwan menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan beberapa indikator untuk melakukan pelonggaran PSBB. Sehingga, dapat mengetahui sejauh mana efektivitas PSBB.

"Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi terhadap pembatasan sosial/PSBB dahulu, apakah sudah cukup menurunkan epidemi dan bisa mulai dilonggarkan? Kami mengusulkan beberapa indikator untuk pelonggaran (bukan penghentian PSBB), seperti berkurangnya jumlah kasus, suspect dan kematian yang diduga karena COVID-19 dalam kurun waktu paling sedikit 14 hari, dan jumlah test PCR per hari tetap atau bertambah," paparnya.

Halaman 2 dari 4
(aan/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads