DPR mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Corona menjadi undang-undang (UU). Guru besar Universitas Padjdajaran (Unpad) Bandung, Prof Susi Dwi Harjanti, menyerukan UU yang baru itu segera diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena terdapat pelanggaran konstitusi yang serius.
"Melihat pelanggaran-pelanggaran yang serius terhadap tatanan konstitusional di atas, saya berpendapat UU ini harus diuji MK untuk dinilai dengan menggunakan asas proporsionalitas," kata Prof Susi saat berbincang dengan detikcom, Rabu (13/5/2020).
Menurut Prof Susi, harus diakui, status kedaruratan akibat pandemi membenarkan pembatasan dan penyimpangan sesuai dengan hal ihwal kegentingan yang memaksa atau keadaan mendesak. Namun, sangat perlu dipahami, pembatasan dan penyimpangan tersebut tidak boleh meniadakan atau melanggar tatanan konstitusional yang sangat mendasar.
"Tatanan konstitusional yang sangat mendasar tersebut adalah sendi demokrasi, sendi negara hukum yang harus menghormati substantive and procedural due processes of law dan sendi konstitusional yang menghendaki pemerintahan yang terbatas untuk menghormati hak asasi manusia," papar Prof Susi.
Prof Susi mencontohkan Pasal 27 ayat (1), (2), dan (3) Perppu Corona. Pasal itu adalah pasal-pasal yang melanggar tatanan konstitusional.
"Karena tidak dikualifikasi sebagai kerugian negara, maka dikatakan ayat tersebut bermakna 'penghapusan atau peniadaan pertanggungjawaban hukum yaitu pertanggungjawaban tindak pidana korupsi'. Akibatnya, ketentuan-ketentuan pidana yang bertalian dengan kerugian atas keuangan negara tidak berlaku," ungkap Prof Susi.