Belakangan ini, istilah 'kurva melandai' sering terdengar dalam pembahasan perkembangan virus Corona. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menjelaskan istilah ini.
"Jadi sebenarnya yang dimaksud dengan kurva melandai ini adalah tren yang harusnya kita lihatnya tidak boleh hanya harian, tetapi mingguan," kata Ketua Tim Pakar Gugus Tugas, Wiku Adisasmito, dalam keterangannya kepada wartawan lewat akun YouTube Sekretariat Kabinet RI, Senin (11/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Profesor dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini mengatakan tren perkembangan penyebaran virus Corona bisa dilihat dari kurva. Kurva itu sendiri tergambar dari data-data mengenai laju pertambahan kasus baru COVID-19 per hari atau per pekan. Namun untuk melihat apakah COVID-19 sudah melandai atau belum, tidak bisa hanya dilihat perkembangannya dari hari ke hari, namun perlu dilihat dari pekan ke pekan.
"Apabila tren mingguannya makin lama makin menurun, tidak harus banyak, tetapi menurun terus, itulah yang disebut melandai," kata Wiku.
Wiku membuka situs data dari Gugus Tugas, tampilannya serupa dengan situs covid19.go.id, namun ternyata agak berbeda. Ada menu yang tidak ditemukan di situs covid19.go.id. Situs yang dibuka Wiku beralamat di covid19.granddatum.com. Perlu akun khusus untuk mengakses data dari situs itu. Dia menjelaskan, sempat terjadi peningkatan kurva di bulan April.
Tonton juga 'Pulih dari Pandemi Covid-19, Pemerintah: Butuh Waktu Sangat Lama':
"Dilihat dari kasus mingguan dari 10 provinsi terbanyak di Indonesia. Memang sempat di bulan April meningkat, ada titik tertentu di sebelah tengah di atasnya April di sini terlihat total kasusnya 1.900 (1.902 pada 13 April) dan kontribusinya pada tiap provinsi berapa ada di sini. Memang DKI yang kontribusi paling besar," kata dia sambil menampilkan kurva.
![]() |
Kurvanya tidak melandai, konteks laju penambahannya yang menurun. Otomatis jumlah kumulatifnya akan menjadi stagnan dan landai. Bila kurva penambahan kasusnya (kasus baru harian, mingguan, atau bulanan) menurun, jumlah total kasus positif COVID-19 juga bakal stagnan karena tidak ada tambahan angka baru lagi.
Wiku lantas membuka kurva khusus untuk DKI Jakarta sebagai contoh. Di Ibu Kota, kurva terpantau naik pada 13 April dan turun pada 4 Mei. Naik atau turunnya kurva juga dipengaruhi faktor jumlah tes.
"Bisa saja naiknya karena testing-nya yang makin banyak. Maka dari itu melihat tren ini harus tidak boleh hanya harian, tetapi beberapa minggu," kata dia.
Dia lantas membuka contoh dari daerah lain, yakni Jawa Barat, kurvanya menurun dengan bagus, namun naik lagi pada pekan lalu. Pada intinya, membaca landainya laju kurva Corona bukan per hari, namun per pekan. Membaca kurva Corona untuk menarik kesimpulan, apakah melandai atau tidak, juga perlu dicermati sampai tingkat daerah, bukan hanya tingkat nasional.
![]() |
"Inilah yang harusnya menjadi alat navigasi. Satu data ini penting sekali untuk menunjukkan trennya. Nanti apabila terjadi beberapa aktivitas ekonomi dibuka, dasarnya harusnya melihat dari per daerah, bukan hanya nasional," kata Wiku.
(dnu/fjp)