BMKG menjelaskan panduan evakuasi darurat peringatan dini tsunami di masa pandemi COVID-19. BMKG meminta agar masyarakat tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19, misalnya dengan tetap menjaga jarak.
"Dalam melakukan evakuasi mandiri sebisa mungkin masyarakat tetap memperhatikan jaga jarak fisik, menggunakan masker, dan harus mengikuti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah masing-masing khususnya bagi daerah yang menerapkan PSBB," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rachmat Triyono, dalam keterangannya yang disampaikan di Twitter @infohumasBMKG, Jumat (8/5/2020).
Pada saat merespon bencana alam, orang akan cenderung berada dalam jarak yang berdekatan baik dikarenakan tempat yang terbatas, misalnya di tempat evakuasi. Di masa pandemi COVID-19 tentu akan menjadi tantangan tersendiri bila melakukan evakuasi di mana orang harus menjaga jarak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu situasi berdesakan atau kerumunan saat berada di tempat evakuasi bisa menyebabkan tempat tersebut bisa menjadi pusat infeksi virus Corona. BMKG mengatakan sebagian besar tsunami di Indonesia adalah tsunami lokal yang disebabkan gempa tektonik, masyarakat di daerah gempa akan menerima peringatan dini.
Tentunya jika masyarakat merasakan goncangan yang kuat atau gempa yang berayun lemah tapi lama, masyarakat diimbau untuk segera melakukan evakuasi mandiri tanpa menunggu peringatan dini tsunami atau perintah evakuasi dari pihak berwenang.
Evakuasi tsunami dalam panduan ini adalah untuk evakuasi dalam masa krisis peringatan dini tsunami, yaitu sesaat setelah terjadi gempa dan/atau pemicu lainnya (longsoran di bawah laut atau letusan gunung api di laut), di saat tsunami menerjang, sampai setelah ancaman tsunami dinyatakan selesai.
Simak juga video Jokowi: Prediksi BMKG, 30% Wilayah Akan Alami Kemarau Lebih Kering:
Pada saat-saat tersebut masyarakat harus segera evakuasi menuju tempat yang aman atau tempat evakuasi yang telah ditetapkan, dataran tinggi, atau menjauh dari pantai.
Setelah ancaman tsunami selesai, masyarakat harus tetap berada di tempat evakuasi sampai ada pengarahan lebih lanjut dari pihak yang berwenang. Selama masih berada di tempat evakuasi tersebut, maka tetap melakukan menjaga jarak fisik (physical distancing), menggunakan masker, serta menjaga kebersihan.
Apabila dalam kondisi darurat COVID-19 ini terjadi gempa bumi yang berpotensi tsunami, BPBD dan pemerintah daerah perlu menerapkan langkah khusus terkait penyiapan evakuasi masyarakat. Evakuasi tsunami harus diutamakan untuk menyelamatkan jiwa masyarakat.
Adapun rencana kesiapsiagaan tsunami dalam masa pandemi COVID-19 diantaranya, pemerintah diminta meninjau lokasi rumah sakit. Serta melakukan evaluasi apakah rumah sakit yang menangani pasien COVID-19 berada di daerah rendaman tsunami atau tidak. Jika demikian, pemerintah diimbau agar mempertimbangkan dipindahkan ke rumah sakit lain yang tahan gempa dan jauh dari kemungkinan rendaman tsunami.
Selain itu pemerintah diminta menyiapkan tempat evakuasi sementara (TES) dan tempat evakuasi akhir (TEA). Tentunya penyiapan tempat evakuasi tersebut harus dihitung kapasitas yang sudah ditentukan agar masyarakat tetap bisa menerapkan jaga jarak.
Bila diperlukan, TES dan TEA diperbanyak dan dilakukan desinfeksi secara rutin sebelum terjadi bencana. BMKG menyebut tempat evakuasi akhir dan tempat evakuasi sementara yang ditambahkan harus berlokasi di daerah aman dari ancaman tsunami dan dapat memanfaatkan tempat yang saat ini kosong dikarenakan COVID-19, misalnya sekolah, asrama mahasiswa yang saat ini diliburkan, perkantoran dimana pegawai bekerja dari rumah, wisma pemerintah yang kosong, hotel kosong karena tidak ada wisatawan, dan lain sebagainya.
"BPBD, pemerintah daerah, bersama masyarakat harus menyiapkan lokasi pengungsian dengan memastikan ketersediaan sarana kebersihan seperti air bersih, peralatan cuci tangan, sabun dan/atau hand sanitizer," ujar Rachmat.
Selain itu, BPBD diminta menyiapkan sarana, prasarana, dan protokol agar pekerja sosial yang akan menjadi relawan tetap terproteksi. Salah satu caranya, yaitu menyediakan cadangan APD yang dipakai saat membantu evakuasi dan termometer sebagian bagian dari peralatan P3K.
Lanjut Rachmat, ia meminta BPBD perlu melanjutkan sosialisasi agar masyarakat tetap melaksanakan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dan tetap memastikan menjaga jarak atau physical distancing dilaksanakan, sebelum terjadi ancaman tsunami. Serta imbauan untuk menggunakan masker, tidak perlu menggunakan masker medis tetapi bisa memakai masker kain.
Adapun evakuasi berdasarkan penggologan orang yang terdampak COVID-19, sebagai berikut:
1. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
Pasien PDP pada umumnya merupakan pasien yang sedang dirawat di RS khusus COVID-19. BMKG mengimbau agar pasien COVID-19 tidak dirawat di daerah yang memiliki resiko bencana tinggi agar tidak perlu dipindahkan saat bencana terjadi dan mengakibatkan penyebaran.
"Sebaiknya pasien COVID-19 tidak dirawat di daerah dengan risiko risiko bencana tinggi agar tidak perlu dilakukan mobilisasi pasien saat bencana terjadi karena ini dapat mengakibatkan penyebaran terjadi," ujar Rachmat.
BMKG mengimbau apabila rumah sakit terletak di daerah ancaman tsunami maka BPBD dan pemerintah daerah perlu menyiapkan protokol evakuasi khusus untuk melakukan evakuasi pasien dan pekerja medis. Selain itu, memeriksa kembali kode bangunan RS supaya memenuhi kode bangunan tahan gempa yang terkini.
Apabila RS memiliki beberapa lantai, tempatkan PDP di antai atas yang sekiranya tidak terkena sapuan gelombang tsunami. Serta memberikan tanda khusus bagi PDP seperti gelang bewarna khusus, apabila dievakuasi ke tempat evakuasi maka tetap dipisahkan PDP dengan orang yang sehat, petugas medis juga perlu tahu jalur evakuasi bagi pasien PDP maupun non PDP, dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat di tempat evakuasi.
2. Orang Dalam Pemantauan (ODP)
Pasien ODP pada umumnya orang yang diperintahkan melakukan karantina mandiri di rumah. BPBD perlu berkoordinasi dengan Dinkes agar memiliki data dan mengetahui lokasi ODP yang tinggal di zona tergenang tsunami. Selain itu, pasien ODP diberikan tanda khusus seperti pita saat evakuasi maupun masker dan tanda khusus lainnya.
Sementara apabila pasien ODP dievakuasi ke tempat evakuasi maka tetap dipisahkan ODP dengan orang yang sehat. Serta perlu dipertimbangkan rencana jalur evakuasi dan tempat pengungsian bagi pasien ODP maupun non ODP, dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat di tempat evakuasi.
3. Orang Tanpa Gejala (OTG)
Diketahui pengidap COVID-19 ada yang tidak menimbulkan tanda-tanda terinfeksi COVID-19 yang disebut orang tanpa gejala (OTG). Mereka yang merupakan OTG dapat berpotensi dievakuasi di tempat yang bersamaan dengan tetap memperhatikan jaga jarak, menggunakan masker dan menjaga kebersihan diri.
"Apabila dalam evakuasi tsunami ada diantara OTG yang memiliki gejala demam (lebih dari 38 derajat) atau riwayat demam, atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek, batuk, sakit tenggorokan, maka akan diisolasi terpisah di tempat evakuasi sampai ancaman tsunami selesai dan dapat ditangani lebih lanjut oleh petugas medis," kata Rachmat.