Menkum HAM Yasonna Laoly menyebut angka residivisme di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Dari total 38.882 napi yang mendapatkan asimilasi saat pandemi Corona, hanya 0,20 persen narapidana yang kembali berulah.
"Banyak kekhawatiran yang muncul bagaimana narapidana yang dibebaskan dari penjara kembali berulah, residivisme Indonesia cenderung lebih rendah dibandingkan residivisme negara-negara lain, dari total 38.882 narapidana yang menerima asimilasi per 20 April 2020, narapidana yang mengulangi kejahatannya sebanyak 0.20 persen. Jumlah ini jauh lebih kecil dibanding angka residivisme Indonesia dengan angka residivisme dunia," kata Yasonna.
Pernyataan Yasonna itu disampaikan tertulis dalam sambutan dalam acara obrolan peneliti pandemi COVID-19 dan asimilasi narapidana secara online, Rabu (6/5/2020). Yasonna berhalangan hadir dalam acara tersebut sehingga sambutan tersebut dibacakan oleh Dirjen Pemasyarakatan Reynhard Silitonga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna meminta masyarakat mengubah paradigma terkait lembaga pemasyarakatan (lapas). Saat ini, kata dia, lapas menjadi tempat binaan bagi para narapidana, bukan semata-mata untuk menghukum atas kesalahan yang mereka perbuat.
"Perlu kita sadari bahwa masyarakat kita masih beranggapan bahwa narapidana harusnya dihukum dan dikurung padahal nilai-nilai yang dipegang pemasyarakatan kita telah berubah, revitalisasi pemasyarakatan menegaskan bahwa narapidana bukan lagi dihukum tapi dibina. Tujuannya untuk mengembalikan mereka ke masyarakat," ucapnya.