Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito meminta agar alur pengujian virus Corona (COVID-19) dijalankan secara sistematis. Hal ini perlu dilakukan karena laboratorium uji polymerase chain reaction (PCR) di Indonesia terbatas.
Sejauh ini, Indonesia telah menerapkan tiga metode tes COVID-19 yaitu PCR, rapid test (RDT), dan tes cepat molekuler (TCM). Dari tiga metode ini, tes PCR dinilai memiliki sensitivitas tinggi yang dijadikan standar pemeriksaan Corona di seluruh dunia.
"Tesnya memang ada beberapa jenis, selama ini, ada tiga jenis. Pertama, tes gold standar PCR. PCR ini memiliki sensitivitas tinggi sekitar 95% dan ini yang dipakai seluruh dunia untuk pastikan apabila swab diambil dari hidung dan tenggorokan bisa tunjukkan positif atau negatif SARS COV2," kata Wiku dalam siaran langsung di YouTube BNPB, Selasa (5/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun pemerintah menetapkan tes PCR sebagai gold standard pemeriksaan COVID-19, saat ini Indonesia masih terkendala oleh jumlah laboratorium PCR.
"Jadi sudah kami sampaikan yang gold standard gunakan (adalah) PCR, tapi fasilitas menggunakan PCR lokasinya terbatas," ungkapnya.
Kondisi inilah yang menyebabkan pemerintah menetapkan alur pengujian yang sifatnya sistematis. Alur pengujian yang dimaksud adalah setiap orang akan diperiksa dengan metode pemeriksaan rapid test terlebih dahulu, sebelum tes PCR. Ketika RDT menunjukkan hasil positif, barulah masyarakat bisa lakukan tes lanjutan dengan metode tes PCR.
"Maka dari itu bisa gunakan rapid test dulu, kalau positif harus konfirmasi dengan PCR," tutur Wiku.
Wiku mengatakan bahwa alur ini ditetapkan seiring dengan banyaknya masyarakat yang menjalani tes COVID-19. Untuk itu, rapid test bisa berfungsi sebagai screening dalam menentukan siapa saja yang berhak menjalani tes PCR.
"Pentingnya adalah keterbatasan fasilitas PCR dan harus ditangani ahli yang kerja di laboratorium. Karena banyaknya masyarakat itu dengan rapid test bisa jadi screening untuk gunakan tes selanjutnya," jelasnya.
Selain PCR dan rapid test, terdapat metode pemeriksaan lainnya yaitu TCM. Sama seperti PCR, TCM memiliki rasio sensitivitas dan spesifisitas tinggi sehingga bisa dijadikan alternatif selain tes PCR.
"Kalau ada tes cepat molekuler bisa juga setelah rapid test lakukan ke TCM," terang Wiku.
Metode ini menggunakan alat tes yang sama dengan pemeriksaan penyakit TBC dan HIV. Bedanya, TCM membutuhkan kit tes tambahan berupa kaset atau cartridge khusus COVID-19.
"Tes cepat molekuler jadi gunakan tes secara tepat gunakan molekuler dan miliki sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi sekitar 95%. Sebenarnya ini untuk tes penyakit lain, seperti TBC, HIV. Alat ini (digunakan dengan) mengganti alat tesnya berupa cardridge bisa diganti khusus COVID-19 dan kalau dipakai sensitif dan (hasil tes) cepat keluarnya," paparnya.
Meskipun alat TCM sudah diterapkan di Indonesia, Wiku mengakui bahwa Indonesia masih kesulitan mendapatkan cartridge COVID-19. Karena, seluruh dunia sedang bersaing mendapatkannya.
"Alat ini tersebar di banyak tempat tapi masalahnya cartridge atau kaset kesulitan didapat karena seluruh dunia bersaing dapatkan itu," tutup Wiku.
(elz/elz)