Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro meminta adanya relaksasi aturan maupun uji klinik untuk alat kesehatan (alkes) yang berkaitan dengan penanganan virus Corona. Bambang meminta relaksasi itu karena saat ini Indonesia berada dalam situasi darurat.
Hal itu disampaikan Bambang dalam rapat gabungan virtual DPR RI, Selasa (5/5/2020). Bambang awalnya menyinggung arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyetop impor alat kesehatan yang bisa diproduksi di dalam negeri.
"Di dalam salah satu ratas, Presiden sudah memberikan instruksi untuk mulai mengurangi atau menyetop impor alat kesehatan yang sudah dihasilkan di dalam negeri. Pengertian dihasilkan di sini tentunya juga sudah melalui pengujian. Jadi unsur safety tentunya sangat dikedepankan," kata Bambang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk bisa memenuhi syarat pengujian, Bambang meminta adanya relaksasi dari Kemenkes tanpa mengorbankan unsur keselamatan (safety). Bambang menyebut permintaan itu sudah direspons Menkes Terawan Agus Putranto yang menjanjikan adanya SOP sebagai pengganti aturan yang sudah ada.
"Yang pertama adalah, adanya persyaratan, terutama untuk industri yaitu perusahaan yang akan melakukan industri alat kesehatan harus sudah mempunyai CPAKB, Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik. Tentunya bagi industri, jadi Pindad atau PT LAN yang akan memproduksi ventilator, karena mereka sebelumnya tidak pernah membuat alkes, maka akan sulit bagi mereka untuk memenuhi persyaratan CPAKB ini. Sehingga kami membutuhkan adanya semacam relaksasi," ujar Bambang.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Pak Menkes langsung, Pak Menkes menjanjikan akan dibuat semacam SOP saja sebagai pengganti atau alternatif dari CPAKB," imbuhnya.
Bambang juga menyoroti perlunya protokol khusus pengujian dalam keadaan darurat. Ia mencontohkan uji ventilator yang sudah diproduksi diharapkan tidak memakan waktu yang lama.
"Perlunya proktol khusus pengujian dalam keadaan darurat. Dalam pengertian kita tidak relaksasi dalam konteks safety-nya, tapi dalam waktunya. Karena misalkan uji klinis dari ventilator ini bisa menghabiskan waktu yang cukup lama. Kenapa? Karena tergantung pemakaian dari ventilator tersebut. Informasi yang kami terima, ventilator ITB itu sudah dibagikan kalau tidak salah 11 rumah sakit sejak minggu lalu, namun sampai kemarin informasinya belum ada satupun yang diuji atau dipakai, karena memang belum ada pasien yang membutuhkan. Tentunya kami membutuhkan relaksasi dari Kemenkes bagaimana sebaiknya agar uji klinis ventilator ini tidak memakan waktu yang terlalu lama," tutur Bambang.
Lebih lanjut, Bambang juga meminta adanya penetapan alasan tertentu bagi alat kesehatan hasil riset dan inovasi agar masuk dalam pengecualian harus ada izin edar. Menurutnya, hal itu diperlukan mengingat hasil riset ini dimaksudkan untuk memenuhi kekurangan alat kesehatan, bukan untuk kepentingan komersial.
"Perlunya penetapan alasan tertentu bagi beberapa alat kesehatan hasil riset dan inovasi yang ditetapkan oleh Menkes agar masuk dalam pengecualian yang harus ada izin edar, mengingat yang kami lakukan sekarang ini bukan semata-mata untuk komersial, tapi upaya inovasi ini lebih kepada bagaimana kita memenuhi beberapa alkes yang masih kekurangan dalam waktu yang singkat dan tidak bergantung pada impor," ungkap Bambang.
"Jadi mohon ini dilihat bukan sebagai upaya untuk komerisal, tapi lebih sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dalam kondisi darurat sekarang. Tentunya ke depan ketika kondisi normal unsur komersialisasi barangkali bisa dipertimbangkan, tapi dalam kondisi hari ini untuk keperluan penanganan COVID-19," pungkasnya.
Simak video Menristek Uji Klinis Pil Kina Sebagai Obat Alternatif Covid-19:
(azr/fjp)