Presiden Joko Widodo memberi perintah kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan virus Corona (COVID-19) untuk mengevaluasi daerah-daerah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Salah satu yang ingin dihindari pemerintah adalah penerapan PSBB yang kebablasan.
Perintah Jokowi itu disampaikan dalam rapat terbatas bersama tim gugus tugas, Senin kemarin. Evaluasi ini dianggap penting agar PSBB di tahap kedua berjalan efektif.
"Saya ingin memastikan bahwa ini betul-betul diterapkan secara ketat dan efektif. Dan saya melihat beberapa kabupaten dan kota telah melewati tahap pertama dan akan masuk tahap kedua. Ini perlu evaluasi. Mana yang penerapannya terlalu over, terlalu kebablasan dan mana yang masih terlalu kendur," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas seperti disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (4/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Evaluasi ini penting, sehingga kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan di kota, kabupaten, maupun provinsi yang melakukan PSBB," imbuhnya.
Jokowi tak merinci maksud dari PSBB yang berlebihan ini. Namun Ketua Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mencontohkan salah satu hal yang dinilai over dalam pelaksanaan PSBB, yakni pembubaran paksa masyarakat yang tengah berada di warung makan.
"Pak Presiden mendapatkan informasi dan membaca berita ada beberapa tempat yang melakukan langkah-langkah yang menurut Pak Presiden kurang tepat. Ada warung tenda datang sekelompok petugas lantas membubarkan paksa. Seperti ini kan harusnya kan diingatkan," ujar Doni usai ratas.
Meski begitu, ia menyebut kejadian seperti itu terjadi sebelum penerapan PSBB. Dikatakan Doni, pemerintah daerah harus melakukan sosialisasi yang masif dengan masyarakat agar tidak terjadi hal seperti ini lagi. Untuk warung makan misalnya, penerapan physical distancing dianggap akan lebih tepat dibandingkan penutupan warung makan atau pembubaran paksa masyarakat.
![]() |
"Ini kejadian sebelum PSBB yang lalu. Kemudian (warungnya) bisa diatur yang semula mungkin kursinya 10 dikurangi jadi 5. Perlu ada komunikasi antara petugas dan masyarakat yang saat itu belum memahami aturan yang sudah dikeluarkan," kata Doni.
Perihal soal aturan di rumah makan saat PSBB ini sempat disinggung Menko Polhukam Mahfud Md saat berbicara soal wacana relaksasi PSBB. Ia mengatakan pemerintah sedang memikirkan pelonggaran-pelonggaran aktivitas pada relaksasi PSBB seperti mengizinkan rumah makan untuk buka namun dengan menerapkan protokol tertentu.
"Nanti akan diadakan, sedang dipikirkan pelonggaran-pelonggaran. Misalnya rumah makan boleh buka dengan protokol begini, kemudian orang boleh berbelanja dengan protokol begini dan seterusnya dan seterusnya," ungkap Mahfud saat siaran langsung melalui Instagram-nya @mohmahfudmd, Sabtu (2/5).
Wacana pelonggaran PSBB ini disebut Mahfud tengah dipikirkan pemerintah lantaran banyaknya keluhan dari masyarakat. Menurut Mahfud, pengekangan dapat membuat masyarakat stres yang menyebabkan imunitas menurun. Akibatnya, tubuh akan menjadi lemah.
"Ini sedang dipikirkan karena kita tahu kalau terlalu dikekang juga akan stress. Nah kalau stres itu imunitas orang itu akan melemah, juga akan menurun," ujar Mahfud.
Pernyataan Mahfud pun mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Belakangan, ia pun memberi penjelasan lebih lanjut. Mahfud menegaskan, rencana relaksasi PSBB bukan berarti melanggar protokol kesehatan terkait virus Corona.
"Relaksasi itu bukan berarti melanggar protokol kesehatan," kata Mahfud Md kepada wartawan, Minggu (3/5).
Protokol kesehatan yang dimaksud Mahfud ialah standar penanganan COVID-19 yang telah ditetapkan oleh WHO. Protokol kesehatan itu mulai dari penggunaan masker, prosedur cuci tangan, phisycal distancing hingga larangan berkerumun. Mahfud menegaskan protokol kesehatan itu tetap harus diikuti.
"Yang menyangkut kesehatan pemerintah tegas harus mengikuti protokol COVID-19 seperti yang ditetapkan oleh WHO yang kemudian diadopsi di Indonesia. Keharusan memakai masker kalau keluar, cuci tangan, cuci secara rajin, kemudian physical distancing, kemudian tidak berkumpul atau melakukan kerumunan yang menyebabkan terjadinya kontak fisik atau kontak nafas secara dekat. itu protokol kesehatan yang mutlak harus diikuti," jelasnya.
Terkait PSBB yang berlebihan itu, baik Jokowi, Doni Monardo, dan Mahfud Md tak mengungkap daerah mana yang dimaksud. Meski begitu, ada sejumlah peristiwa menyangkut pembubaran oleh pihak berwenang.
detikcom mencatat, petugas dari kepolisian, TNI, dan pemda melakukan razia di tempat-tempat yang masih marak dijadikan tempat nongkrong atau berkumpul. Ini termasuk rumah makan, kafe, maupun warung kopi.
Seperti yang terjadi di Kota Pasuruan pada akhir Maret lalu. Tim gabungan TNI-Polri dan Pemkot Pasuruan melakukan patroli dan petugas mendapati ratusan warga yang yang sebagian besar muda-mudi dan usia pelajar. Selain anak nongkrong, puluhan driver ojol juga masih banyak yang berkerumun.
Sebagian besar warga pasrah dimasukkan mobil patroli. Sebagian lagi masih bandel dan disemprot dengan cairan disinfektan agar menurut. Ratusan warga ini kemudian dibawa ke mapolres. Mereka dijerat UU Kekarantinaan Kesehatan dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara dan denda 100 juta.
"Atas nama undang-undang kita memboyong mereka ke mapolres kota. Tadi atas permintaan Pak Plt Wali Kota mereka diberi kesempatan yang terakhir. Mereka kami data dan menandatangani pernyataan tidak keluyuran lagi," kata Kapolres Pasuruan Kota AKBP Dony Alexander, Jumat (27/3/2020) dini hari.
![]() |
Tak hanya di Pasuruan, hal serupa juga terjadi di Blitar beberapa waktu lalu. Peristiwa yang sama pun dialami muda-mudi yang nekat nongkrong di sejumlah warkop di Malang pada Kamis (26/3).
Total ada 38 orang yang tertangkap nongkrong di sejumlah warkop. Sebanyak 18 pemuda diamankan saat nongkrong di Warung Bambu di Jalan Ahmad Dahlan, Kepanjen, Kabupaten Malang. Lalu 10 orang lainnya diamankan ketika cangkrukan di warkop kawasan Sukosari, Kecamatan Gondanglegi. Operasi yang dipimpin langsung Kapolres Malang AKBP Hendri Umar itu juga mengamankan 10 pemuda yang tengah nongkrong di warung STMJ Jalan Diponegoro, Kecamatan Gondanglegi.
Pemilik usaha juga diimbau agar mematuhi keputusan pemerintah dengan menutup tempat usahanya pada jam yang sudah ditentukan.
Pembubaran terhadap masyarakat juga terjadi di Sidoarjo pada hari yang sama. Remaja yang nongkrong di warkop atau kafe di Sidoarjo dibubarkan. Polisi pun mendatangi lokasi memberikan imbauan dan membubarkan mereka. Selain imbauan, polisi juga menyemprot disinfektan.
Di wilayah Sumatera, salah satu pembubaran terjadi di Kota Jambi pada 26 Maret lalu. Polisi dan pihak Kecamatan Pasar Kota membubarkan warga yang kerap berkumpul di warung kopi dan warung makan untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Di Jawa Barat, petugas gabungan dari Polres Ciamis dan Satpol PP Ciamis melakukan patroli terhadap warung nasi dan rumah makan yang buka dan melayani konsumen pada siang hari di bulan Ramadhan, Sabtu (2/5). Petugas menyusuri beberapa lokasi yang dicurigai ada warung yang masih buka pada siang hari dan melayani di tempat.
Ini dilakukan lantaran adanya aturan yang tertuang dalam edaran Bupati Ciamis nomor 005/320/Kesra tentang pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan di tengah pandemi Corona. Warung dan rumah makan baru boleh melayani konsumen mulai pukul 15.00 WIB.
Dalam patroli itu, ditemukan sejumlah warung nasi dan pedagang penyedia makanan siap saji yang buka dan melayani konsumen di tempat. Petugas menemukan beberapa warga tengah menyantap makanan di sebuah warung makan dengan kondisi pintu warung hanya setengah buka.
Menurut Kasat Binmas Polres Ciamis AKP Firman Alamsyah, warung nasi dan rumah makan tidak diperbolehkan buka pada siang hari dan menyediakan makanan di tempat.
"Apabila menjelang waktu buka puasa makanan hanya untuk di bawa ke rumah oleh pembeli, tidak di makan di tempat," kata Firman.