Kompolnas menilai kritik Indonesia Police Watch (IPW) terkait penunjukan Irjen Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT maladministrasi, terlalu terburu-buru. Kompolnas mengatakan jika Boy Rafli tak dilantik sebagai Kepala BNPT, maka barulah bisa dikatakan ada dugaan maladministrasi.
"Tuduhan maladministrasi oleh Neta (Ketua Presidium IPW) saya pikir terlalu prematur dan terburu-buru, kecuali yang bersangkutan dengan alat bukti permulaan yang cukup telah melaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) atas hal yang dianggapnya sebagai sebuah maladministrasi," kata Komisioner Kompolnas Andrea Poeloengan dalam pesan singkat kepada detikcom, Senin (4/5/2020).
Andrea menuturkan merujuk ke Perpres Nomor 12 Tahun 2012 juncto Perpres Nomor 46 Tahun 2010, tidak ada yang salah dari surat telegram Kapolri Jenderal Idham Azis mengenai penunjukan Boy Rafli menjadi Kepala BNPT. Andrea menjelaskan tak ada aturan yang melarang seorang Kapolri mencantumkan nama pengganti Kepala BNPT dalam surat telegram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena aturannya juga tidak melarang jika Kapolri mencantumkan nama pengganti Komjen Suhardi Alius lewat TR (telegram rahasia)-nya. Jika hanya merujuk Perpres tersebut. Mungkin saja sebelum terbitnya TR tersebut, sudah ada perintah dari Presiden kepada Kapolri untuk mempersiapkan pengganti Komjen Suhardi Alius," sebut dia.
"Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) memang Kepala BNPT diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, ya artinya nanti Presiden yang akan mengangkat dan melantik. Jika nanti pengganti yang berada dalam TR tersebut tidak diangkat dan dilantik oleh Presiden, baru bisa muncul dugaan maladministrasi," sambung Andrea.
Andrea juga menyampaikan keputusan seorang pejabat atau suatu lembaga maladministrasi atau tidak, tergantung keputusan Ombudsman atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN). Terkait kritikan IPW, Andrea tak sependapat.
"Sedangkan untuk dapat dikatakan maladministrasi, jika memang sudah ada putusan berkekuatan hukum dari Ombudsman Republik Indonesia atau Peradilan Tata Usaha Negara, tidak seperti yang langsung dituduhkan oleh Neta IPW," ujar Andrea.
Andrea mengatakan pergantian Kepala BNPT dari Komjen Suhardi Alius ke Irjen Boy Rafli adalah wajar, karena Suhardi akan pensiun dari Polri. "Kalau dilihat dari NRP (nomor registrasi pokok)-nya Komjen Suhardi, sudah menjelang pensiun. Bisa jadi TMT (terhitung mulai tanggal) Juni 2020 beliau sudah pensiun. Jadi wajar saja ada pergantian," imbuh Andrea.
Andrea berpendapat jika tudingan maladministrasi yang dilayangkan Neta kepada Idham Azis tak terbukti, maka pernyataan Neta dapat dinilai hanya untuk membuat gaduh dan memberi kesan citra buruk Polri. Namun, lanjut Andrea, jika ternyata ada keputusan Ombudsman atau PTUN, atau bahkan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak sesuai dengan surat telegram pengangkatan Boy Rafli sebagai Kepala BNPT, maka dapat dikatakan terjadi maladministrasi.
"Kalau ternyata Neta IPW tidak bisa membuktikan tuduhan maladministrasi tersebut, maka hanya membuat gaduh dan membangun citra buruk bagi Polri. Tapi jika ternyata tuduhan Neta IPW itu terbukti, entah melalui 'putusan' ORI atau Peradilan TUN yang berkekuatan hukum tetap, atau ternyata Presiden memutus untuk tidak mengangkat pengganti yang namanya ada di TR tersebut, maka memang ada masalah maladministrasi dalam TR tersebut. Kita lihat saja perkembangannya seperti apa," pungkas Andrea.
Sebelumnya diberitakan Idham melakukan mutasi ratusan perwira tinggi dan menengah di kepolisian melalui telegram Kapolri bernomor ST/1377/V/KEP./2020; ST/1378/V/KEP./2020, ST/1381/V/KEP./2020, ST/1382/V/KEP./2020 dan ST/1383/V/KEP./2020 tertanggal 1 Mei 2020.
Salah satu perwira tinggi yang dimutasi yakni Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius, yang dirotasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bareskrim Polri. Idham pun menunjuk Irjen Boy Rafli Amar menggantikan Suhardi.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane mendesak Surat Telegram terkait penunjukan Boy Rafli sebagai Kepala BNPT dicabut. Neta menyebut keputusan Idham melampaui wewenangnya dan mengintervensi Jokowi.
"Penunjukan Irjen Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT oleh TR (telegram rahasia) Kapolri adalah sebuah maladministrasi. TR Kapolri tentang penunjukan itu bisa dinilai sebagai tindakan melampaui wewenangnya dan hendak mem-fait accompli serta mengintervensi Presiden Jokowi. Untuk itu, TR pengangkatan Boy Rafli sebagai Kepala BNPT itu harus segera dicabut dan dibatalkan," kata Neta dalam keterangan tertulis, Minggu (3/5).
Terkait hal ini, Polri telah memberikan tanggapan. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono menyampaikan penunjukan Boy Rafli sudah sesuai dengan prosedur dan aturan dalam undang-undang.
"Pengangkatan Irjen Pol Boy Rafli Amar sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggantikan Komjen Suhardi Alius sudah sesuai Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono dalam keterangan tertulis, Senin pagi.