Pandemi virus Corona (COVID-19) membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat ulang ketahanan bangsa Indonesia. Jokowi menyoroti sejumlah kekurangan di sektor kesehatan.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang disiarkan di saluran YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (30/4/2020). Jokowi awalnya bicara panjang lebar mengenai pandemi Corona yang melanda sejumlah negara di dunia.
Jokowi menyinggung beberapa negara maju yang menyatakan sudah mulai masuk tahap pemulihan tapi justru mengalami gelombang kedua. Dia meminta Indonesia menyiapkan berbagai skenario terkait penanganan virus Corona.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita butuh kecepatan untuk keselamatan seluruh rakyat Indonesia. Memang belum ada kepastian kapan ini akan berakhir. Setiap ahli memiliki hitungan-hitungan yang berbeda mengenai pandemi COVID-19. Beberapa negara maju yang awalnya menyatakan sudah recover, sudah pulih, justru mengalami gelombang yang kedua. Kita harus menyiapkan diri dengan berbagai skenario, skenario yang paling ringan, skenario sedang, dan skenario yang paling berat," ujar Jokowi.
Dia mengajak semua pihak untuk disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Jokowi optimistis badai Corona ini segera berlalu.
"Saya optimis, tahun 2021 adalah tahun recovery, tahun pemulihan, dan tahun rebound. Untuk itu, selain kecepatan dalam mengatasi COVID-19, kita juga perlu kecepatan untuk pulih, kecepatan untuk recovery. Saya melihat negara yang akan menjadi pemenang, bukan hanya negara yang berhasil cepat mengatasi COVID-19, tetapi juga negara yang cepat melakukan pemulihan, cepat melakukan recovery," ujar dia.
Simak juga video Buntut Corona, Jokowi Sadar Ada Masalah di Sektor Kesehatan:
Barulah kemudian Jokowi berbicara mengenai situasi pandemi Corona yang membuat dirinya kembali melihat kondisi ketahanan bangsa Indonesia. Dia menegaskan pentingnya pengelolaan sumber daya dalam negeri.
"Situasi pandemi seperti saat ini memberikan kita kesempatan untuk kita melihat lagi apa yang perlu kita perbaiki, apa yang perlu kita reform, apa yang segera kita harus pulihkan. Dalam soal reform, dalam masa pandemi ini kita harus melihat seberapa kuat ketahanan sosial kita, ketahanan ekonomi kita, dan ketahanan pangan kita, dan seberapa ketergantungan kita pada negara lain, dan dalam situasi saat ini kita bisa melihat dan menghitung lagi berbagi potensi di dalam negeri yang belum terkelola dengan maksimal, yang belum kita bangun dan manfaatkan secara baik," imbuh Jokowi.
Jokowi mencontohkan ketahanan di sektor kesehatan. Menurut dia, banyak bahan baku obat yang saat ini masih impor dari luar negeri.
"Sebagai contoh, apa yang terjadi di sektor kesehatan, industri farmasi, bahan baku obat, kita saat ini masih impor. (Sebesar) 95% masih impor. Alat-alat kesehatan, ada tidak? Apa yang bisa kita produksi sendiri dan apa saja yang kita beli dari negara lain? Sekarang kelihatan semuanya. Lalu bagaimana dengan tenaga medis, rasio dokter, rasio dokter spesialis, perawat, apa cukup menghadapi situasi seperti saat ini?" imbuh Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lantas menyoroti persoalan TBC di Indonesia. Berdasarkan data yang diterima Jokowi, Indonesia menempati peringkat ke-3 dunia untuk angka penderita TBC.
"Negara kita juga mempunyai berbagai persoalan di sektor kesehatan. Kita punya beberapa penyakit berbahaya menular yang perlu penanganan khusus seperti TBC. Bagaimana ketersediaan RS kita, fasilitasnya, tempat tidurnya, cukup atau tidak? Coba kita lihat misalnya TBC, Indonesia merupakan negara nomor 3 yang masih memiliki penyakit menular ini. Tiga besar dunia yang memiliki penderita TBC adalah India, China, dan Indonesia," tutur Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga menyampaikan perbandingan tempat tidur di rumah sakit dengan jumlah penduduk di Indonesia. Jokowi menyebut rasio tempat tidur di Indonesia masih rendah dengan rata-rata 1,2/1.000 penduduk.
"Kemudian, rasio jumlah tempat tidur, berdasarkan jumlah penduduk, Indonesia juga memiliki rasio masih kecil, 1,2 per 1.000. Artinya hanya tersedia 1,2 tempat tidur untuk 1.000 penduduk dibandingkan negara lain, Indonesia juga masih kalah. India 2,7 per 1.000, Tiongkok 4,3 per 1.000, dan tertinggi Jepang 13 per 1.000. Kemudian bagaimana dengan lab? Berapa kita punya? Bagaimana peralatannya, SDM-nya, semuanya harus kita hitung karena melihat betapa pentingnya health security di masa-masa yang akan datang," ujar Jokowi.