Salah seorang yang dirindukan surga adalah orang yang menjaga amanah. Allah SWT berfirman (yang artinya): Orang-orang yang menunaikan amanah dan menepati janji...mereka itulah yang mewarisi, yakni mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (QS al-Mu'minun [23]: 8-11).
Karena itu salah satu ciri Mukmin sejati adalah memiliki sifat amanah. Lawannya adalah khianat. Kedua sifat ini mustahil berkumpul pada diri seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Tak mungkin berkumpul pada kalbu seseorang kekufuran dan keimanan, dusta dan kejujuran, amanah dan pengkhianatan." (HR Ahmad).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian orang amanah tak akan berkhianat. Sebaliknya, pengkhianat sulit diharapkan bersikap amanah.
Amanah itu banyak. Menjadi Muslim itu amanah. Menjadi ayah dan suami itu amanah. Menjadi istri dan ibu adalah amanah. Menjadi anak juga amanah. Menjadi pimpinan, karyawan, PNS, guru, pedagang, pejabat, penguasa, dll. Semua adalah amanah. Semua pasti dimintai pertanggungjawaban. Sabda Rasul saw., "Setiap orang dari kalian adalah pemimpin. Setiap orang dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban." (HR Muslim).
Amanah itu ada pada seluruh perintah dan larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT telah mengharamkan sikap mengkhianati amanah ini, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Jangan pula kalian mengkhianati amanah-amanah kalian. Padahal kalian tahu (QS al-Anfal [8]: 27).
Menurut Ibnu Abbas ra. ayat di atas bermakna, "Janganlah kalian mengkhianati Allah SWT dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban-Nya. Janganlah kalian mengkhianati Rasul saw. dengan meninggalkan sunnah-sunnahnya. Janganlah kalian bermaksiat kepada keduanya." (Al-Qinuji, Fath al-Bayan, 1/162).
Banyak teladan sifat amanah salafush-shalih yang selayaknya kita contoh. Umar bin al-Khaththab ra., misalnya. Saat menjadi khalifah, beliau pernah dihadiahi minyak wangi kesturi dari penguasa Bahrain. Beliau lalu menawarkan kepada para sahabat, siapa yang bersedia untuk menimbang sekaligus membagi-bagikan minyak wangi kesturi itu kepada kaum Muslim. Saat itu, istri beliau, Atikah ra., yang pertama kali menawarkan diri. Namun, beliau dengan lembut menolaknya. Sampai tiga kali istri beliau menawarkan diri, beliau tetap menolak keinginan istrinya. Beliau kemudian, berkata, "Atikah, aku hanya tidak suka jika engkau meletakkan tanganmu di atas timbangan, lalu engkau menyapu-nyapukan tanganmu yang berbau kesturi itu ke tubuhmu. Sebab dengan demikian berarti aku mendapatkan lebih dari yang menjadi hakku yang halal." (Al-Kandahlawi, Fadha-il A'mal, hlm. 590).
Begitulah sikap amanah sang Khalifah. Jangankan korupsi. Sekadar kecipratan minyak wangi yang bukan haknya pun tak sudi.
Dalam riwayat lain, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththb ra. pernah menjodohkan salah satu putranya, Ashim, dengan seorang gadis anak penjual susu yang amanah. Kisahnya bermula saat sang Khalifah, sebagaimana kebiasaannya, berkeliling malam hari untuk memantau keadaan rakyatnya. Tak sengaja beliau mendengar percakapan dua orang wanita, ibu dan putrinya, di sebuah gubuk kecil. Ibunya, sang penjual susu, merintahkan putrinya untuk mencampur susu dengan air. Kata ibunya, "Toh Amirul Mukminin tidak akan tahu." Namun, putrinya berkata, "Amirul Mukminin memang tidak akan tahu perbuatan curang tersebut. Namun, Tuhannya Amirul Mukminin, Allah SWT, pasti tahu."
Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. yang secara diam-diam mendengar percakapan itu pun bergegas pulang. Beliau lalu meminta putranya, `Ashim, untuk segera menikahi putri penjual susu tersebut karena ia gadis yang shalihah (Abdullah bin Abdul Hakam, Sirah `Umar bin `Abdil `Aziz, hlm. 23).
Ustadz Fatih Karim
Founder Cinta Quran Foundation, Co-Founder QuranBest, IG : @fatihkarim
(erd/erd)