Jumlah kasus terkonfirmasi positif terjangkit virus Corona yang tak signifikan di sejumlah kelurahan terpadat di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menimbulkan beragam asumsi. Tes massal disarankan untuk dilakukan di kawasan-kawasan tersebut.
Pakar Epidemiologi dari Universitas Padjajaran Bandung, Panji Fortuna Hadisoemarto, menyampaikan minimnya kasus positif di permukiman padat bisa diasumsikan di daerah tersebut belum atau tidak ada penularan penyakit COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemungkinan lain, menurut Panji, telah terjadi penularan di wilayah dengan kepadatan tinggi itu. Hanya, mereka yang telah terinfeksi virus Corona tidak terdeteksi. Itu karena selama ini tes pemeriksaan masih diprioritaskan bagi orang dengan gejala berat atau yang pernah kontak dengan kasus positif.
"Padahal manifestasi klinis dari virus ini bermacam-macam, mulai dari yang tidak bergejala, gejala ringan, sakit berat, sampai meninggal dunia. Namun sekitar 80% dari yang terinfeksi tidak bergejala atau gejala ringan," ujar Panji kepada detikcom, Senin (27/4/2020).
Orang dengan gejala ringan belum tentu merasa perlu memeriksakan diri ke rumah sakit. Apalagi bagi mereka yang tanpa gejala. "Jadi sudah pasti yang terkonfirmasi itu lebih sedikit daripada yang terinfeksi. Ini kita sebut severity bias. Bias ke arah yang parah. Hanya yang berat terkonfirmasi," kata Panji.
Doktor lulusan Department of Global Health and Population, Harvard School of Public Health, Amerika Serikat, itu menyarankan segera mungkin dilakukan tes diagnostik cepat di kawasan padat penduduk di Jakarta untuk pemetaan kondisi sebenarnya.
Simak juga video Jemput Bola, Relawan Indonesia Akan Tes Cepat Corona ke Zona Merah:
Untuk diketahui, menurut data persebaran positif COVID-19 di DKI Jakarta per 27 April 2020 yang ditampilkan dalam situs web corona.jakarta.go.id, di Kelurahan Kali Anyar, Tambora, Jakarta Barat, dengan kepadatan nyaris 96 ribu jiwa per kilometer persegi sampai hari ini baru terdeteksi dua warga positif.
Begitu juga di Kelurahan Galur, Jakarta Pusat, yang punya densitas sekitar 89 ribu jiwa per kilometer persegi, tercatat baru satu orang positif. Hal serupa ditemukan pada Kelurahan Duri Utara, Kelurahan Karang Anyar, Kelurahan Utan Panjang, dan sejumlah kelurahan lain.
"Yang paling memungkinkan melakukan survei serologi," ujar Panji, yang juga peneliti senior pada Pusat Studi Infeksi Klinis dan SDG Center Universitas Padjadjaran. "Nanti bisa diketahui. Kalau banyak yang sudah positif antibodinya artinya sudah terjadi transmisi di kawasan itu meski yang sakit dengan gejala berat sedikit."
Permasalahannya, jika dari sampel yang diambil ternyata tidak ada transmisi. Dalam kondisi ini otoritas terkait tidak boleh terlena namun justru harus meningkatkan kewaspadaan. Pasalnya peluang terjadinya penularan dalam skala lebih besar dapat terjadi. Ini berarti akan terjadi gelombang kedua COVID-19 di Jakarta.
"Risikonya kalau saat ini tidak ada transmisi di kawasan padat, maka suatu ketika akan jadi bom waktu. Penularan bisa tiba-tiba meningkat dengan sangat cepat," ujar Panji, yang saat ini sedang melakukan penelitian di University of Otago, Selandia Baru.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia Tatri Lestari Handayani mengaku belum bisa memberi komentar atas fenomena di kawasan permukiman padat tersebut. Oktavia juga mengatakan belum bisa memaparkan apakah akan dijalankan pemeriksaan massal wilayah itu.
"Tunggu saja briefing selanjutnya," ujarnya.