Seorang dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi bernama dr Ammar Siradjuddin, SpOG(K) berbagi kisah ketika melaksanakan prosedur operasi kepada ibu hamil yang berstatus Pasien Dalam Pemantauan (PDP) virus Corona (COVID-19). dr Ammar menyebut kondisi sang ibu saat itu mengkhawatirkan.
Pengalaman menegangkan itu dialami dr Ammar pada Senin (6/4/2020) malam. Seorang Ibu hamil tiba di salah satu rumah sakit di Banten saat usia kandungannya memasuki minggu ke-38.
"Satu hal yang membuat kita cukup tercengang menghadapi kasus ibu hamil, di mana dalam kondisi memberatkan kehamilannya di antaranya dia menderita gangguan jantung, kemudian darah tinggi ditambah ada kasus pada paru-parunya itu banyak timbunan cairan," kata Ammar kepada detikcom, Kamis (23/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Kisah Penggali Kubur Jakarta Disorot Dunia |
Ditambah lagi, pasien menampakkan gejala ISPA seperti batuk dan sesak napas. Setelah dilakukan proses screening oleh tim COVID-19 rumah sakit setempat, akhirnya ia didiagnosa sebagai PDP Virus Corona.
"Jadi pasien ini kalau saya nggak salah datangnya malam (6 April 2020). Seperti alur layanan di IGD RS kita bahwa pasien yang datang dengan keluhan ISPA, batuk, pilek, sesak. Karena waktu itu pasien datang dalam keadaan sesak," ucap dr Ammar
"Jadi dengan pertimbangan ini, yang kita lakukan pertama lakukan screening dulu. Pasien pada waktu itu, sebelum screening kita lakukan stabilisasi keadaan pasiennya, sesak kita berikan oksigen, kita berikan obat-obatan, kami konsul ke dokter jantung. Kemudian, dengan status PDP-nya kami konsul ke tim COVID-19. Dari tim COVID, diputuskan lah bahwa diagnosanya PDP," lanjutnya.
Melihat kondisi kesehatan pasien yang semakin buruk, dr Ammar pun memutuskan operasi sesar harus dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan sang ibu serta kandungannya.
"Hal ini yang membuat seorang dokter dalam hal ini saya harus memutuskan bahwa kehamilan ini harus diakhiri. Berdasarkan penilaian dan pemeriksaan saat itu mengakhirinya dengan operasi sesar. Karena kalau diupayakan melahirkan secara normal dengan induksi, itu akan membahayakan jantung pasien. Dan ini berakibat memperberat bahkan beresiko kematian kepada pasien," ungkapnya.
Namun, tindakan ini terhalang oleh fasilitas kesehatan untuk penanganan COVID-19 yang belum mumpuni. dr Ammar menilai untuk melakukan operasi terhadap pasien berpenyakit khusus diperlukan sarana dan prasarana yang khusus pula, misalnya, ruangan operasi bertekanan negatif yang mempunyai hepafilter.
"Itu kan pasien dengan penyakit khusus jadi butuh perlakuan khusus. Diantaranya, melengkapi kamar operasi itu dengan kamar bertekanan negatif. Kemudian, dia harus mempunyai saringan udara filter untuk menyaring bakteri dan mikroorganisme yang disebut hepafilter. Nah RS tempat saya kerja ini kamar operasinya belum ada yang siap untuk itu," ungkapnya.
dr Ammar pun sempat menghubungi beberapa rumah sakit besar yang memiliki fasilitas mumpuni. Namun, jumlah kasus positif virus Corona yang semakin meningkat membuat rumah sakit besar enggan menerima pasien ini.
"Jadi di situ mereka (Rumah Sakit) tidak bisa terima, dengan berbagai alasan bahwa RS penuh lah, macam-macam, yang akhirnya kami tidak bisa merujuk. Ini kan kondisi yang membahayakan pasien," cerita dr Ammar.
Di sisi lain, dr Ammar tidak bisa menggunakan ruang operasi yang ada di rumah sakit. Mengingat, terdapat risiko penularan virus Corona yang cukup besar selama menjalani operasi.
Atas kondisi ini, Ia memutuskan untuk menggunakan salah satu ruang rawat inap VVIP yang ada di rumah sakit menjadi kamar operasi sang ibu. Ruangan ini sebelumnya memang disiapkan untuk perawatan pasien COVID-19 non bedah. Ia pun melengkapi ruang operasi dengan berbagai peralatan bedah.
"Akhirnya, kita manfaatkan ada satu ruang VVIP ada namanya ruang perawatan paviliun yang kita siapkan untuk pasien COVID non bedah atau hanya perawatan saja. Akhirnya kita upayakan dari berbagai sumber, dari kamar operasi sebagian kita ambil (alat), dari kamar operasi satu hari di poliklinik kita ambil," ungkapnya.
Sebelum operasi dilakukan, timbul rasa takut dan keragu-raguan oleh tim medis lainnya. dr Ammar pun kembali meyakinkan rekan sejawatnya untuk tidak menghindar dari permasalahan ini. Menurutnya, kondisi seperti ini pun akan kembali terjadi di masa depan.
"Saya sampaikan kalau saat ini kita menghindar, suatu saat kita akan ketemu lagi hal demikian. Kenapa kita harus menunda dan mundur? Sekarang tinggal kita siapkan diri," tegas dr Ammar.
Akhirnya, pada Rabu (8/4) operasi sesar pun dilakukan. Sebanyak 10 orang tenaga kesehatan terlibat dalam kegiatan ini. Selama setengah jam menjalani rangkaian operasi, mereka dibekali oleh alat perlindungan diri (APD) level 3. Tujuannya untuk menghindari paparan virus Corona secara langsung.
"Jadi saya dengan dua asisten saya, jadi 3. Dokter anastesi dibantu asisten, jadi 6. Kemudian ditambah bidan, jadi 7. Kemudian ada perawat yang membantu proses tindakan operatif. Ditambah satu cleaning service yang bertugas setelah operasi. Jadi ada 10," ungkapnya.
"Ya, jadi kita meminimalisir masuknya udara ke tubuh kita, maka (APD Level 3) betul-betul kedap udara, termasuk nafas kita, ya, hanya beredar di dalam masker itu aja," sambungnya.
Selain itu, seluruh AC dan kipas angin dimatikan selama menjalani prosedur operasi. Hal ini bertujuan untuk mencegah perputaran virus Corona di dalam ruangan. Mengingat, ruangan ini tidak bertekanan negatif.
Meskipun dalam kondisi tidak nyaman, dr Ammar dan tim tetap menjalani rangkaian operasi sesuai prosedur. Akhirnya, sang ibu pun melahirkan anaknya dengan selamat. Kini, kondisi keduanya stabil.
"Pertama untuk mengurangi aliran udara. Kalau tekanan negatif kan udara dalam ruangan itu ditarik semua, karena ini tidak ada tekanan negatif, kalau ada AC dan kipas angin risikonya virus berputar-putar di dalam ruangan itu. Maka, atas saran beberapa teman kita matikan AC nya, kalau ada kipas angin juga karena itu ruangan VVIP yang kita sulap, dan itu pun tidak sempurna. Akhirnya, bagaimana pun caranya supaya virus tidak berputar di ruangan kita matikan," ungkap dr Ammar.
"Dan dalam APD itu masyaallah, bernapas itu begitu sulitnya, pandangan mata pun jadi berembun karena saya pun berkacamata. Jadi saat itu pake kacamata, pake helm. Itu kan berembun," sambungnya.
Kepada para tim medis yang sedang berjuang melawan COVID-19 Ammar berpesan agar selalu menggunakan APD lengkap ketika bertugas. Dengan membekali diri dengan APD lengkap dapat mencegah penularan. Ia pun berpesan kepada tim medis agar selalu menjaga kesehatan dan bekerja secara ikhlas dalam menangani pasien COVID-19.
"Pertama, perhatikan betul keselamatan kita, pakailah APD yang benar karena kalau kita sudah tidak ada siapa lagi yang layani masyarakat? Bekerjalah dengan ikhlas, semata-mata ini panggilan tugas kita. Yakinlah apa yang kita lakukan ini kalau dilakukan betul dengan ikhlas akan dibalas hal setimpal dengan yang kuasa," imbaunya.