Misteri dentuman yang didengar oleh warga Jakarta hingga Bogor belum terpecahkan. Spekulasi soal asal suara dentuman tersebut belum menemui penjelasan ilmiahnya. Berikut ini runutan misteri dentuman itu.
Seperti diketahui, dentuman ini mulanya terdengar pada Sabtu (11/4/2020). Dentuman tersebut terdengar pelan dan beberapa kali di Jakarta, Depok sampai Bogor sejak sekitar waktu dinihari. Jamnya pun bervariasi.
Misalnya, di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan sekitar pukul satu dinihari, dentuman terdengar beberapa kali hingga membuat pintu dan jendela bergetar. Suara dentuman ini juga menghebohkan media sosial Twitter. Artis Enzy Storia menulis dirinya mendengar suara dentuman pada sekitar pukul dua dinihari WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dentuman ini juga terdengar Di kawasan Beji, Depok, Jawa Barat, suara dentuman terdengar berkali-kali sekitar pada dinihari. Dentuman pun sampai di Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul dua dini hari dan terdengar hampir 10 menit.
Bukan dari Gunung Anak Krakatau dan Gunung Salak
Sempat muncul spekulasi bahwa dentuman tersebut terkait Anak Krakatau yang sedang bererupsi sekitar pukul 23.00 WIB. Namun, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMB) menyatakan dentuman ini tak terkait erupsi Anak Krakatau.
"Bukan (berasal dari Anak Krakatau), karena letusannya dikategorikan miskin akan gas, lebih bersifat aliran," kata Kepala Bidang Gunung Api PVMBG Hendra Gunawan, saat dihubungi detikcom, Sabtu (11/4/2020).
Menurut Hendra, tidak terdengar bunyi letusan dari Gunung Anak Krakatau sejak semalam. Letusan Gunung Anak Krakatau ini dinilai Hendra relative kecil.
Bila bukan Gunung Anak Krakatau, spekulasi lain muncul. Bisa saja ini berasal dari Gunung Gede atau Gunung Salak yang dekat dengan Jakarta dan berada di Bogor. Namun, PVMBG menyatakan suara itu bukan juga berasal dari Gunung Salak, juga bukan dari Gunung Gede.
"Gunung Salak dan Gunung Gede statusnya masih normal. Tidak ada peningkatan aktivitas vulkanik yang signifikan," kata Kepala PVMBG, Kasbani.
Bukan dari Gempa Bumi, Pesawat Tempur atau Petir
Sementara itu, Vulkanolog Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman menganalisis, ada catatan dari luar negeri bahwa dentuman yang membingungkan pernah terjadi tiga kali pada tahun yang berbeda. Tahun 2000 sebelum kolaps kaldera Gunung Miyakejima, Jepang, tahun 2007; dentuman saat kaldera kolaps di Piton de la Fournaise yang terletak di La Reunion Island, Samudra Hindia dekat Madagaskar; dan tahun 2018 di Kepulauan Mayotte, barat Samudra Hindia.
Sumber suara dentuman bisa dari aktivitas kegunungapian berasal dari dapur magma. Saat magma berpindah tempat dari dapur magma yang dalam ke dapur magma yang dangkal, dapur magma yang dalam akan kosong. Kondisi ini bakal diikuti dengan ambruknya dapur magma, dentuman terjadi.
"Namun tentu saja apa yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya perlu dikaji dan dibuktikan lebih jauh apakah fenomena yang sama terjadi," kata Mirzam.
Dugaan lain muncul. Barangkali itu suara dari dalam bumi? Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membantahnya. Soalnya, aktivitas lempeng bumi tidak terdeteksi signifikan pada momen itu. Ada memang, gempa relatif kecil, yakni gempa tektonik di Selat Sunda pukul 22.59 WIB Jumat (10/4), dengan magnitudo 2,4 di 70 km arah selatan barat daya dari Gunung Anak Krakatau pada kedalaman 13 km.
"Terkait suara dentuman yang beberapa kali terdengar dan membuat resah masyarakat Jabodetabek, sejak tadi malam hingga pagi hari ini pukul 06.00 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan tidak terjadi aktivitas gempa tektonik yang kekuatannya signifikan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Provinsi Banten," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam keterangannya.
Spekulasi berlanjut. Barangkali suara ini dari aktivitas penerbangan, ada yang namanya sonic boom atau dentuman akibat pesawat yang memecah dinding kecepatan suara. Jet-jet tempur tertentu bisa menghasilkan sonic boom. Spekulasi ini juga mentah oleh pihak yang biasa mengoperasikan jet tempur, yakni TNI AU.
"Tidak ada pesawat tempur TNI AU yang beroperasi di Jakarta saat ini. Semuanya berada di pangkalan mereka masing-masing," kata Kasubdispenum Dispenau Kolonel Sus Muhammad Yuris saat dimintai konfirmasi.
Terpantau dari Flightradar 24, hanya ada satu pesawat yang menjauh dari arah Jakarta ke arah lautan utara Karawang Jawa Barat, mulai 10 April 2020 pukul 19.00 UTC atau 11 April pukul 02.00 WIB tadi. Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan (AirNav) Indonesia menyatakan penerbangan dini hari tadi normal.
Bukan gunung api, bukan aktivitas lempeng bumi, bukan pesawat yang menembus kecepatan suara, lalu dari mana sumber dentuman itu? Barangkali meteor?
"Tidak ada sumber dentuman dari langit atau dari meteor," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin.
Suara-suara dari angkasa biasanya terdengar karena petir dan gemuruhnya. Lagi-lagi, dugaan itu terbantahkan.
"Ada yang menduga itu suara petir, tetapi data liputan awan yang dipantau LAPAN semalam tidak ada awan yang potensial menimbulkan petir di wilayah Jabodetabek," tutur Thomas.
Fenomena yang secara umum disebut sebagai 'skyquake' ini masih masih misteri. Namun ada veteran kegunungapian yang berhipotesis bahwa dentuman itu berasal dari Anak Krakatau. Dia adalah Ahli Vulkanologi Surono alias Mbah Rono. Memang, suara tidak secara linear terdengar di semua tempat, ini karena ada perbedaan kondisi di tiap-tiap tempat. Suara bisa terdengar jauh karena Indonesia sedang dalam kondisi sunyi, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Gelombang suara kan tergantung pada tekanan dan temperatur udara, bisa yang sifatnya yang memperlemah dan meneruskan begitu saja, bisa seperti itu sehingga daerah lain mendengar dan daerah lain tidak mendengar," ujar Mbah Rono saat dihubungi.
Pernyataan Mbah Rono yang merupakan mantan Kepala PVMBG tersebut bertentangan dengan Kepala Bidang Gunung Api PVMBG, Hendra Gunawan. Mbah Rono bilang sumber dentuman berasal dari Krakatau, Hendra Gunawan tidak demikian. Meski begitu, keduanya tidak saling berbantah secara langsung.
Dentuman Misterius juga Muncul di Sleman DIY
Dentuman di Jakarta hingga Bogor belum terpecahkan. Namun, muncul dentuman misterius lain yang di dengar sebagian warga di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendengar suara gemuruh dan dentuman misterius pada dini hari, Selasa (14/4).
Menurut pengakuan seorang warga Sleman, bernama Patricia dentuman itu seperti suara bergemuruh. BMKG Yogyakarta memastikan suara dentuman misterius itu bukan diakibatkan oleh aktivitas seismik alias gempa.
"Terkait pertanyaan adanya dentuman, tidak ada hubungannya dengan aktivitas seismik," kata Kepala BMKG Yogyakarta, Agus Riyanto.
Dia menjabarkan dua kejadian gempa itu terjadi pukul 01.20 WIB dan 05.36 WIB. Pusat gempa itu terjadi di wilayah PGR VII.
Sementara Lanud Adisutjipto Yogyakarta juga memastikan dentuman itu bukan berasal dari kegiatan di instansinya. "Tidak ada kegiatan di Lanud Adisutjipto pagi tadi," kata Kapentak Lanud Adisutjipto, Mayor Sus Ambar Rejiyanti. Sedangkan PLN Yogyakarta juga mengungkap tak ada laporan trafo meledak pada saat dentuman itu terdengar.
BMKG Menengahi Spekulasi Soal Dentuman Misterius Jakarta-Bogor
BMKG menjadi salah satu yang meneliti asal dentuman di Jakarta hingga Bogor. Namun sampai saat ini BMKG belum menemukannya.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyodorkan 5 kemungkinan sumber dentuman itu. Meski disebutnya argumentasi atas kemungkinan sumber suara itu masih lemah secara ilmiah. Semisal analisis yang menyebutkan sumber dentuman karena gempa tektonik.
"Gempa tektonik memang dapat mengeluarkan bunyi ledakan jika magnitudonya cukup signifikan dengan hiposenter sangat dangkal. Suara ledakan yang timbul saat gempa biasanya hanya sekali saja saat terjadi deformasi batuan utama, tidak seperti dentuman yang beruntun terus-menerus seperti kemarin pagi," kata Daryono dalam keterangannya, Selasa (14/4/2020).
Dia menyebut ada yang mengaitkan suara dentuman Sabtu dini hari itu seperti peristiwa dentuman gempa Bantul, Yogyakarta, pada 2006. Daryono menjelaskan, dalam beberapa kasus, gempa Bantul memang menyebabkan timbulnya suara dentuman, tetapi bunyi dentumannya tidak terus-menerus.
"Di mana satu gempa menghasilkan satu dentuman. Gempa Bantul dapat mengeluarkan bunyi karena sumbernya dangkal dan dekat zona karst yang bawah permukaannya berongga sehingga dapat menjadi sumber bunyi jika ada pukulan gelombang seismik," ucap Daryono.
Dia juga mengatakan, setiap kali terjadi dentuman, sensor seismik selalu mencatat sebagai event gempa. Sementara saat terjadi dentuman kemarin, sensor gempa BMKG tidak mencatat adanya gempa.
"Berdasarkan fakta ini maka rangkaian suara dentuman Sabtu pagi lalu tidak berkaitan dengan aktivitas gempa tektonik," sebut dia.
Daryono menuturkan lebih lanjut, ada yang mengaitkan fenomena itu dengan peristiwa longsor. Dijelaskan dia, longsoran yang dipicu oleh adanya deformasi batuan yang melampaui batas elastisitasnya, akan menimbulkan pelepasan energi secara tiba-tiba hingga dapat mengeluarkan suara dentuman.
"Namun demikian, peristiwa longsoran tidak mungkin terjadi secara berulang-ulang, terus-menerus sebanyak dentuman yang didengarkan masyarakat pagi itu," jelas Daryono.
Selain itu, dia juga membahas soal pihak yang mengaitkan fenomena dentuman Sabtu dini hari dengan peristiwa skyquake. Daryono menerangkan skyquake adalah istilah yang diciptakan oleh sekelompok komunitas untuk menyebut suara-suara yang datang dari langit. Masyarakat awam pun, lanjut dia, kini banyak yang ikut-ikutan menggunakan istilah skyquake.
"Padahal belum memahami konsep ilmiahnya. Padahal konsep yang sudah mapan terkait bunyi yang bersumber dari peristiwa atmosferik tersebut sudah ada, seperti acoustic wave, infrasonic wave, sonic boom dan lain-lain. Saat terjadi dentuman, tidak ada laporan dari stasiun pendeteksi sonic boom dan tidak ada pesawat terbang dengan kecepatan suara. Sehingga fenomena skyquake sebagai sumber dentuman saat itu terbantahkan," terang Daryono.
Lebih lanjut, ada pihak yang mengaitkan suara dentuman dengan aktivitas petir. Dalam beberapa literatur, sambung dia, disebutkan bahwa pada kondisi atmosfer ideal, suara petir paling jauh dapat terdengar 16-25 km.
"Dengan jarak jangkauan dengar tersebut, sulit diterima jika dikatakan petir yang sama dapat didengar oleh warga di Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Palabuhanratu," cetus Daryono.
Dia pun memberikan gambaran semisal petir terjadi di Bogor, maka tempat terjauh di utara yang dapat mendengar hanya sampai Kota Depok dan tidak sampai ke Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Untuk arah tenggara dan selatan, maka tempat terjauh yang masih dapat mendengar petir tersebut adalah daerah Gunung Gede hingga Gunung Pangrango, dan tidak sampai ke Sukabumi dan Palabuhanratu.
"Bunyi petir juga sangat khas, di mana orang awam dengan mudah mengenalinya, sementara suara pagi itu lebih mirip dentuman yang 'anatominya' berbeda dengan suara petir," ujar dia.
Terakhir, imbuh Daryono, mengenai kemungkinan kaitan suara dentuman dengan aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK). Jika mengingat peristiwa 2 tahun silam di mana pernah memiliki pengalaman misteri suara dentuman yang terdengar oleh warga Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada akhir Desember 2018, saat itu suara dentuman terbukti berkaitan dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau yang sedang erupsi.
Sudah lewat sepekan sejak dentuman misterius itu didengar oleh telinga warga Jakarta hingga Bogor. Namun, hingga kini belum ada penjelasan sains yang berhasil menguraikan misteri ini.