Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) mempertanyakan kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Deputi Penindakan KPK yang baru, Brigjen Karyoto. Penyelenggara negara dinilai seharusnya wajib melaporkan LHKPN saat awal dan setelah menjabat.
"Bagaimana kepatuhan yang bersangkutan untuk kewajiban melaporkan LHKPN. Di dalam UU Nomor 28 Tahun 99 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN itu disebut salah satu kewajiban dari penyelenggara melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan sesudah setelah menjabat," kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman saat dihubungi, Rabu (15/4/2020).
Zaenur menyebut penyidik Polri termasuk penyelenggara yang wajib melaporkan LHKPN, baik saat awal menjabat maupun selesai menjabat. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 1999 tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kategori penyelenggara negara ini di Pasal 5 UU Nomor 28 tahun 1999 itu yang dimaksud dengan penyelenggara negara juga termasuk penyidik. Ini kan sebelumnya yang bersangkutan pernah menjadi penyidik Polri di berbagai jenis jabatan," sebut Zaenur.
Selain itu, Zaenur mengatakan, dalam peraturan KPK tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan, penyelenggara negara wajib melaporkan LHKPN secara periodik setiap tahun. Namun, Brigjen Karyoto tercatat terakhir kali melaporkan LHKPN pada 2013.
"Jika yang ditemukan terakhir 2013, lantas bagaimana kepatuhan yang bersangkutan dari 2013 sampai 2020 ini. Itu tentu jadi menjadi catatan apabila tidak patuh LHKPN tentu ini merupakan satu bentuk catatan atas rekam jejaknya," ujarnya.
Agar Korupsi Berkurang, Novel: Bersihkan Dulu Penegak Hukumnya:
Untuk diketahui, Brigjen Karyoto pernah menempati sejumlah jabatan strategis dalam rentang 2013 hingga 2019. Tercatat Brigjen Karyoto pernah menjabat Direskrimum Polda DIY, Wakapolda Sulawesi Utara, hingga terakhir Wakapolda DIY. Menanggapi itu, Zaenur menilai, selama jabatan tersebut dikategorikan penyidik, seharusnya Brigjen Karyoto wajib menyetorkan LHKPN.
"Jadi intinya, selama menjabat jadi penyidik wajib lapor, kalau jabatan eselon 2 belum wajib tapi kalau jabatan eselon 2 tersebut sekaligus sebagai penyidik, wajib lapor. Direskrimum kan penyidik, jadi wajib lapor, 2014 masih Direskrimum? Setelah selesai harusnya wajib lapor," tuturnya.
Sebelumnya, terpilihnya Brigjen Karyoto menjadi Deputi Penindakan KPK menjadi sorotan. Pasalnya, Brigjen Karyoto diketahui terakhir menyetorkan LHKPN pada 2013.
KPK pun memberi penjelasan soal LHKPN Brigjen Karyoto. Menurut KPK, dalam rentang 2013 hingga 2019, Brigjen Karyoto tidak menjabat jabatan yang masuk kategori wajib LHKPN sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Untuk itu, Ali mengatakan mekanisme pelaporan LHKPN Karyoto diatur terpisah dari ketentuan UU tersebut.
"Setelah itu, yang bersangkutan tidak menduduki jabatan sebagai PN sebagaimana dimaksud dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Sesuai UU Nomor 28 tahun 1999 yang wajib lapor LHKPN adalah penyelenggara negara yang diwajibkan sesuai dengan kedudukan dan jabatannya. Karena jabatannya bukan Penyelenggara Negara sebagaimana ketentuan UU, maka ada mekanisme yang diatur terpisah oleh Kementerian/Lembaga/Instansi terkait," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri, Selasa (14/4).
Sedangkan untuk pelaporan periodik tahun 2019, Ali mengatakan KPK mengeluarkan Surat Edaran KPK Nomor 100 tahun 2020 yang mana batas waktu pelaporan diperpanjang hingga 30 April 2020. Ali menyebut untuk pelaporan tahun 2019, Brigjen Karyoto telah menyetorkan LHKPN pada 8 April 2020.