Wiranto akhirnya mengantongi kemenangan atas mantan Bendahara Umum Partai Hanura Bambang Sujagad Susanto. Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu menang dalam sidang terkait utang-piutang Rp 23 miliar dan berhak atas bunga Rp 11 miliar.
Berikut kronologi sengketa dua kawan yang berseteru di pengadilan itu, sebagaimana dirangkum detikcom, Rabu (15/4/2020):
November 2006
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Partai Hanura dibentuk oleh Wiranto. Kala itu, ia mendapuk koleganya, Bambang, menjadi Bendahara Umum. Mereka berdua bahu-membahu membangun Partai Hanura hingga bisa meraih 3,8 persen suara pada Pileg 2009.
Dengan modal suara itu, Wiranto dipinang JK untuk maju Pilpres 2009 tapi gagal.
17 November 2009
Bambang dipanggil Wiranto. Ia diserahi dua bundel uang masih dalam bungkusan plastik (belum pernah dibuka). Satu amplop uang berisi 31 lembar. Setiap lembarnya pecahan SGD 10 ribu atau Rp 100 juta per lembar. Total SGD 2.310.000.
Lembaran pecahan uang itu sudah kedaluwarsa masa edarnya, yaitu pada 1997-2002. Bambang diminta menandatangani 1 lembar kuitansi.
24 November 2009
Dibuat perjanjian tertulis Wiranto-Sujagad.
2012-2014
Menurut Bambang, butuh waktu bertahun-tahun untuk menukarkannya karena uang dalam pecahan SGD 10 ribu. Uang itu diinvestasikan di trading batu bara.
"Tahun 2014 bisnis trading batu bara merugi. Tahun 2015 awal Pak Wiranto meminta agar uang titipan dikembalikan karena beliau tidak mau tanggung jawab atas kerugian investasi," ujar Bambang lewat kuasa hukumnya, Durapati Sinulingga.
2015
Bambang kemudian mengembalikan uang Wiranto. Tahap pertama sebesar USD 500 ribu ditransfer melalui Bank BNI cabang Gambir sehingga uang titipan Wiranto sudah berkurang menjadi SGD 1.233.500 atau setara Rp 12 miliar.
"Saya punya bukti transfer lewat Bank BNI cabang Gambir dan saksi," kata Bambang.
2019
Wiranto menempuh jalur hukum karena sisa uang titipannya tidak kembali. Wiranto meminta Bambang Sujagad Susanto mengembalikan dana sebesar SGD 2.310.000, yang jika dirupiahkan setara dengan Rp 23.663.640.000.
Selain mengembalikan uang yang dipinjam sebesar Rp 23 miliar, Bambang dituntut Wiranto membayar ganti rugi Rp 2,8 miliar. Tidak hanya itu, Bambang juga digugat membayar bunga total Rp 18,5 miliar.
"Menghukum tergugat (Bambang) untuk membayar bunga yang dihitung sejak 24 November 2009 hingga tanggal gugatan a quo diajukan, yaitu sebesar Rp 18.509.699.208," tuntut Wiranto.
Wiranto juga meminta PN Jakpus menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan dalam perkara ini. Selain itu, menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 5 juta per hari apabila tidak memenuhi isi putusan ini.
"Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu walaupun ada perlawanan (verzet), banding atau kasasi," pungkas Wiranto.
13 April 2020
PN Jakpus mengabulkan permohonan Wiranto. PN Jakpus menilai Bambang telah melakukan wanprestasi/cedera janji.
"Mengadili. Dalam pokok perkara. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat surat perjanjian tanggal 24 November 2009 tentang Penitipan dana sebesar SGD 2.310.000 yang ditandatangani oleh Penggugat dan Tergugat," ujar majelis dengan ketua Desbenneri Sinaga itu.
Majelis menyatakan Bambang melakukan wanprestasi/ingkar janji/cedera janji, dengan tidak melaksanakan dan menaati isi surat perjanjian, tertanggal 24 November 2009, tentang penitipan dana sebesar SGD 2.310.000.
"Memerintahkan Tergugat untuk mengembalikan sisa dana yang belum dikembalikannya kepada Penggugat dengan perhitungan: jumlah berat emas (hasil pembagian SGD 1.635.000 dengan harga emas pada tanggal 24 November 2009, misalnya seberat "X gram"), dan selanjutnya berat emas tersebut dikalikan dengan harga emas pada saat uang titipan tersebut dikembalikan Tergugat kepada Penggugat," ujar majelis dengan anggota majelis Endah Detty Pertiwi dan M Djoenaidie.
Selain itu, Bambang juga diwajibkan membayar bunga pinjaman.
"Menghukum Tergugat untuk membayar bunga atas uang yang dititipkan tersebut sejumlah Rp 11.229.217.725," putus majelis.