Empat pekan program belajar dari rumah imbas pandemi virus Corona telah berlangsung. Namun, hasil temuan Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan jika masih banyak anak-anak yang kesulitan belajar secara daring dari rumah.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listiyarti mengungkapkan, dari 16 Maret hingga 9 April 2020, pihaknya menemukan 213 aduan siswa terkait keluhan selama menjalani proses belajar secara online tersebut. Bahkan, dari salah satu aduan tersebut, ditemui kasus seorang anak dari sopir ojek online (ojol) yang harus bergantian menggunakan handphone ayahnya untuk belajar, itu pun baru bisa malam hari.
"Ada anak sopir ojol yang mengaku gantian menggunakan handphone dengan ayahnya. Kalau siang dipakai bekerja, jadi malamnya baru bisa digunakan si anak mengerjakan tugas dari gurunya," kata Retno dalam konferensi pers yang digelar KPAI, Senin (13/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Retno menjelaskan, hambatan ekonomi menjadi persoalan utama anak-anak dari keluarga tidak mampu dalam mengikuti pembelajaran secara daring dari rumah. Dia mengatakan banyak orang tua murid yang hanya bisa memberikan akses kuota internet kepada anaknya di pekan pertama penerapan program belajar dari rumah.
"Pembelajaran daring itu dikeluhkan oleh anak-anak dari keluarga tidak mampu. Ada sopir ojol memiliki tiga anak, dua anak di jenjang SD dan satu di jenjang SMA yang kewalahan dalam membeli kuota internet, padahal penghasilan sebagai ojol menurun drastis," ungkap Retno.
"Seorang guru di Yogyakarta juga menceritakan bahwa pembelajaran daring dengan para siswa hanya bisa dilakukan pada pekan pertama belajar di rumah, setelah itu sudah tidak bisa lagi karena orang tua peserta didiknya tidak sanggup lagi membeli kuota internet," sambungnya.
Kementerian PPPA: 58% Anak Tak Senang Belajar di Rumah:
Lebih lanjut, Retno mengungkapkan 213 aduan keluhan para siswa tersebut berasal dari seluruh jenjang pendidikan siswa, mulai dari SMA hingga taman kanak-kanak. Dia mengatakan pengaduan terbanyak berasal dari siswa-siswa di wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, serta Jawa Timur.
Mengingat banyaknya aduan yang diterima selama pelaksanaan program belajar dari rumah, KPAI kemudian mengimbau kepada para tenaga pengajar untuk lebih memperhatikan kondisi para siswanya. Retno mengingatkan jika dalam kondisi seperti sekarang ini, para guru tidak bisa menyamaratakan kondisi para murid-muridnya.
"Prinsip belajar jarak jauh maupun penilaian akhir semester jarak jauh wajib mempertimbangkan kondisi siswa yang berbeda-beda, tidak bisa disamakan perlakuannya. Karena ada orang tua tidak masalah dalam penyediaan kuota internet, namun ada anak-anak yang orang tuanya tidak sanggup membeli kuota internet," pungkas Retno.