Sebelumnya langkah DPR itu dikecam banyak pihak, termasuk Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Padang. Pusako menilai DPR dan pemerintah hendak menggunting dalam lipatan atau memancing di air keruh, mencuri kesempatan dalam kesempitan. Ketika seluruh publik diminta bekerja dari rumah (work from home), DPR dan pemerintah bertindak sebaliknya.
"DPR terlihat terburu-buru membahas dan hendak mengesahkan tiga paket Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law Cipta Kerja, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Pemasyarakatan (Pas). Padahal sebelumnya pemerintahan Presiden Joko Widodo menerbitkan paket peraturan dan kebijakan yang menghendaki seluruh institusi dan anggaran negara difokuskan menghadapi ancaman wabah COVID-19," papar mahasiswa program doktor FH UI itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika memang virus ini serius ditangani dan dibentuk gugus tugas khusus untuk menanggulangi ini, kenapa DPR dan wakil pemerintah dibiarkan tetap bersidang?" sambung Charles.
Kritikan juga datang dari Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Anang Zubaidy. Dia menilai DPR menunjukkan sikap tidak berempati dengan adanya pandemi ini.
"Pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU revisi UU Minerba di tengah wabah pandemic COVID-19 oleh DPR menunjukkan sikap nir-empatik dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan perluasan penyebaran COVID-19 melalui pembatasan sosial berskala besar," jelasnya.
(eva/lir)