Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang naik 100 persen. Menurut majelis hakim, Perpres Nomor 75 Tahun 2019 itu tidak memperhatikan kebatinan masyarakat.
"Bahwa dengan terbuktinya konsideran faktual Perpres No. 75 Tahun 2019, yang tidak mempertimbangkan suasana kebhatinan masyarakat dalam bidang ekonomi saat ini," demikian bunyi pertimbangan putusan MA nomor 7 P/HUM/2020 yang dikutip detikcom, Selasa (31/3/2020).
Putusan ini diketok oleh ketua majelis Supandi dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi. Putusan judicial review itu diketok dengan suara bulat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka dengan sendirinya ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan (2) yang secara sepihak menaikkan Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP guna menutupi defisit dana BJPS, diaggap telah melanggar asas pemberian pertimbangan secara adil dan berimbang (audi et alterem partem)," ujar majelis.
Menurut majelis, pada hakikatnya kenaikan iuran BPJS sebagaimana ditentukan oleh ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan (2) tersebut, dalam kondisi ekonomi global yang sedang tidak menentu saat ini, dapat dinilai sebagai aturan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan tuntutan rasa keadilan masyarakat. Hal ini sejalan dengan doktrin ilmu hukum sebagaimana dikemukakan oleh para ahli seperti John Rawls, J.Stuart Mill dan Jeremy Bentham yang menegaskan pada pokoknya bahwa hukum harus berpihak kepada masyarakat tak mampu dan harus memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat terbanyak.
"Sehingga penerapan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tidak boleh membebankan masyarakat di luar kemampuannya, melainkan justru sebaliknya memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia," ujar majelis.
Selain itu, terdapat cacat yuridis secara substansi karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menggariskan bahwa:
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Juga bertentangan Pasal 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang menekankan bawa penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional oleh BPJS harus berdasarkan pada asas: a. Kemanusiaan, b. manfaat; dan c. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Konsekuensi yuridis lebih lanjut dalam kondisi yang demikian, adalah menyebabkan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres No. 75 Tahun 2019 a quo menjadi batal demi hukum (nietig) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, oleh karena itu segala akibat hukum yang ditimbulkan oleh ketetapan, kebijakan dan keputusan yang didasarkan pada ketentuan tersebut, dengan sendirinya dianggap tidak pernah ada (ex tunc)," pungkas majelis.
Dengan dibatalkannya Pasal 34 Perpres 75/2019, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1