KPK soal Defisit Rp 12,2 Triliun BPJS Kesehatan: Jelas Kerugian Negara

KPK soal Defisit Rp 12,2 Triliun BPJS Kesehatan: Jelas Kerugian Negara

Ibnu Hariyanto - detikNews
Sabtu, 14 Mar 2020 02:06 WIB
Komisi III DPR hari ini memulai uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) bagi calon pimpinan KPK. Salah satu yang diuji adalah Nurul Ghufron.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (Foto: Agung Pambudhy)
Jakarta -

KPK melakukan kajian terkait BPJS Kesehatan dan menemukan defisit Rp 12,2 triliun pada tahun 2018. KPK menilai defisit BPJS Kesehatan itu merupakan kerugian negara.

"Apakah defisit menyangkut juga potensi kerugian negara? Iya jelas, karena iuran BPJS itu menggunakan mengumpulkan uang rakyat dengan regulasi peraturan perundang-undangan UU Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kemudian penggunaannya adalah penggunaan dalam perspektif uang publik," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (13/2/2020).

Ghufron mengatakan KPK kini concern mengawal adanya defisit BPJS Kesehatan senilai Rp 12,2 triliun itu. Menurutnya, KPK juga melakukan kajian dan analisa terkait dengan penyebab terjadinya defisit tersebut.

"Karena Rp 12,2 triliun itu tidak tercover toh nanti akhirnya juga minta ke APBN, dalam kerangka itu KPK mengawal apakah ini benar kurang, jangan-jangan kurangnya karena inefisien dalam proses pelaksanaan pemberian jaminan kesehatannya, karena tidak terverifikasi pesertanya, kemudian overpayment atau fraud di lapangan," ucapnya.

Untuk itu, Ghufron mengatakan KPK akan mengawal dan mendorong pemerintah melakukan perbaik-baikan terkait mekanisme BPJS Kesehatan. Sebab, Ia menilai bila dibiarkan akan menimbulkan kerugian negara.

"Artinya hal itu adalah bagian dari mekanisme yang perlu diperbaiki. Kalau tidak diperbaiki tentu efeknya pada kerugian negara," tuturnya.


Sebelumnya, KPK merilis hasil kajianya mengenai persoalan dana BPJS Kesehatan. KPK menemukan adanya persoalan defisit dana yang diprediksi semakin meningkat.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyebut berdasarkan temuan KPK pada tahun 2018, BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 12,2 triliun. Menurutnya, defisit itu disebabkan oleh sejumlah peserta mandiri atau peserta bukan penerima upah (PBPU) yang mengunakan layanan jaminan kesehatan nasional (JKN) menunggak iuran BPJS Kesehatan.

"Permasalahan moral hazard dan adverse selection pada peserta mandiri atau peserta bukan penerima upah (PBPU). Sejumlah peserta menggunakan layanan JKN kemudian menunggak iuran. Pada tahun 2018, total defisit JKN mencapai Rp12,2 trilliun. Jumlah tersebut disebabkan oleh tunggakan iuran peserta mandiri sebesar Rp 5,6 triliun atau sekitar 45%," ujarnya.


Selain itu, Pahala mengatakan pada masih terjadi overpayment atau membayar lebih banyak dari yang semestinya. Sebab, menurutnya masih ada kelas rumah sakit yang tidak sesuai ploting pada tahun 2018.

"4 dari 6 rumah sakit mengklaim tidak sesuai dengan kelasnya. Akibatnya, terdapat overpayment sebesar Rp 33 miliar/tahun," sebutnya.

Untuk itu, Pahala mengatakan KPK mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk mengatasi masalah defisit dana BPJS Kesehatan itu. Menurutnya, sejumlah opsi bisa dilakukan untuk mengatasi defisit itu tak hanya dengan menaikan iuran dana BPJS Kesehatan.

"KPK melakukan kajian khusus, opsi-opsi apa yang bisa diambil untuk menutup defisit selain iuran. Waktu itu kita diskusikan kita percaya masih ada opsi lain yang bisa diambil secara struktural bisa mengurangi defisit. Sebagai besar ini ditingkat kebijakan," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(ibh/fas)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads